Pereview : Issatus Sa’adah
Penulis : Eko Prasetyo
Penerbit: Resist Book
Tahun: 2013
Halaman: 352 halaman
Menurut Komarudin Hidayat dalam bukunya Memahami Bahasa Agama Al-Qur’an sebagai ilmu memiliki 2 macam karakter, salah satunya sentrifugal. Dengan kata lain Al-quran membuka ruang penafsiran yang luas bagi siapapun pembacanya.
Eko Prasetyo sebagai salah satu penulis Indonesia yang menggunakan karakter itu. Lewat analisis strukturalisnya, buku “Kitab Pembebasan: Tafsir Progresif atas Kisah dalam Al-Qur’an” hadir sebagai bentuk pembacaan mendalam atas kisah yang tertulis dalam Al-Qur’an. Al-Qur’an yang bermuatan pelajaran, pengetahuan memang seharusnya bisa menjadi ibrah manusia dalam hidup di dunia sebagai seorang khalifah fiil ‘arld.
Membaca buku Kitab Pembebasan adalah membaca kisah Nabi, dengan telaah kritis yang patut kita renungkan bersama. Tidak hanya sekedar membaca kisah kehidupan dan perjuangan 25 Nabi dan Rasul lalu bagaiamana meneladani kesabarannya, tawadhlu’nya, atau bahkan mengingat segala bentuk mukjizat yang Allah berikan kepada mereka. Kita akan diajak berjalan menyusuri lorong waktu bagaimana menggenggam tongkat Musa, mengikuti keresahan Yusuf atau merasakan petualangan Ibrahim. Melalui analisis kelas, penulis menceritakan kisah-kisah Nabi dengan apik dan unik. Ibrahim misalnya sebagai cerminan revolusi tauhid melawan berhala, Musa seorang Nabi yang melawan Penindasan otoritarianisme Fir’aun pada masanya, maka karamnya si borjuis Ad&Tsamud juga diikutsertakan.
Selain dilengkapi dengan ayat-ayat Al-Qur’an, buku dengan 352 halaman ini juga disertai syair-syair Rumi dan disuguhi kalam indah Al-Ghazali. Semakin dalam kita membaca, kita akan meyakini bahwa para Nabi adalah seorang Revolusioner. Meski Nabi memiliki mukjizat, tapi Eko Prasetetyo meyakinkan kita dalam bukunya bahwa keluarbiasaan mereka adalah menjadi sosok historis yang berpeluh sebagaimana buruh, yang berkeringat sebagiamana petani dan orang jelata. Sosok manusia yang mengalami kesulitan hidup, dikejar oleh aparat, hidup dalam krisis, intimidasi dan tekanan, selalu berada pada dominasi pemimpin yang pro-kapital. Dengan kisah-kisah yang ditulisnya, kita akan teringat kembali bahwa setiap Nabi bukanlah manusia yang merasa nyaman dan berada pada keadaan yang baik-baik saja.