MENGABDI SEBAGAI INVESTASI HIDUP DAN MATI
Sudah sejak lama, Imam Arifa’illah Syaiful Huda, atau yang lebih akrab disapa Imam, terpanggil untuk memberikan kontribusinya untuk negeri. Namun bagaimana caranya berkontribusi? Dengan apa harus memberi? Bersama siapa harus mengabdi? Pertanyaan demi pertanyaan muncul silih berganti. Namun, alumni Universitas Negeri Malang ini masih belum menemukan solusi yang tepat untuk mengabdi. Ia mencoba terus berfikir, berharap memperoleh ide yang menarik untuk mewujudkan keinginan tersebut. Namun, tetap saja ia belum menemukan ide yang menarik untuk mengabdi. Sedikit rasa kecewa hinggap dalam hati, namun itu tidak membuatnya putus asa. Ia berjanji pada diri pribadi dan bangsa ini, ia akan mengabdi, berkontribusi, dan melakukan yang terbaik untuk negeri ini. Karena motto hidup yang terus ia pegang teguh yakni “hidup berguna, mati berjasa”.
Malam itu, Imam menonton acara Kick Andy di salah satu stasiun televisi. Ia menyimak acara tersebut dengan seksama mengenai kontribusi yang diberikan kepada negeri ini. Sungguh orang-orang yang diundang dalam acara tersebut mempunyai tekad yang kuat untuk menjadi insan yang selalu berguna bagi nusa dan bangsa. Dalam kesempatan itu, Imam mencoba berpikir kembali mengenai apa yang bisa diberikan untuk negeri ini. Ia mencoba mengamati permasalahan di lingkungan sekitar, menggali masalah mengenai pendidikan, kemiskinan, dan sosial hingga akhirnya terlintas masalah yang menurutnya harus diberikan solusi, yakni sulitnya anak-anak kurang mampu untuk memperoleh bahan belajar berupa buku. Selain itu, rendahnya minat baca anak-anak yang sungguh memprihatinkan juga perlu ditangani sejak dini. Masalah inilah yang menjadi fokus dari kegiatan pengabdian yang akan ia laksanakan.
Pertanyaan demi pertanyaan lanjutan terus berdatangan. Dari mana ia memperoleh buku-buku untuk disumbangkan? Nama apa yang cocok untuk kegiatan pengabdiannya? Pendekatan seperti apa yang tepat untuk diberikan kepada sasaran? Bagaimana mengajak orang-orang untuk bergabung dalam komunitas ini?
Cara yang ia gunakan dalam mengembangkan komunitas ini adalah dengan memanfaatkan media sosial. Dalam hal ini jaringan pertemanan dalam media sosial digunakan untuk merekrut anggota, mengomunikasikan ide kreatif kepada teman-teman, dan meminta masukan. Promosi kegiatan ini dibarengi dengan tindakan nyata yaitu menggerakkan kawan-kawan untuk menyumbangkan sebagian buku demi terkumpulnya buku-buku yang akan disalurkan nantinya. Dengan semangat, keyakinan dan doa, maka pada tanggal 25 April 2015 terbentuklah komunitas pengabdian yang kemudian bernama “Gerakan Perpustakaan Anak Nusantara”.
Awal mula nama komunitas ini adalah “Perpustakaan Anak Bangsa”, kemudian diganti menjadi “Gerakan Perpustakaan Anak Nusantara”—yang selanjutnya disingkat dengan “GPAN”. Dengan nama tersebut, Imam, penggagas GPAN, berharap komunitas ini mampu menciptakan gerakan-gerakan yang positif untuk membantu anak-anak yang kurang mampu di seluruh nusantara ini dan semakin banyak tercipta perpustakaan di berbagai daerah. Negeri ini benar-benar membutuhkan generasi emas yang peduli. Kepedulian dengan beragam cara tentu akan menciptakan solusi secara nyata. Tidak seperti orang-orang yang hanya bisa mencaci maki, orang-orang yang hanya peduli diri sendiri, ataupun orang-orang yang hanya menimbun kekayaan yang tidak bisa dibawa mati. Seperti pesan Imam pada rekan-rekannya di awal pembentukan GPAN ini, “Ketahuilah masih banyak anak-anak negeri ini yang membutuhkan uluran tangan kita bersama. Mereka adalah generasi emas penerus bangsa, permata-permata penerus yang harus dijaga, apapun kondisinya kita harus memberikan pengabdian secara nyata.”
Langkah kedua, Imam memanfaatkan jaringan sosial untuk memperoleh buku-buku bekas ataupun baru dari teman-teman. Keluar masuk rumah mengambil buku dari beberapa teman yang kemudian akan disumbangkan. Beberapa teman juga membantu untuk mencarikan donatur buku. Hasilnya luar biasa, sekitar 600 buku telah terkumpul dalam waktu kurang lebih satu bulan. Pemanfaatan media sosial dalam memperoleh buku-buku sangat efektif. Untuk pertama kalinya perpustakaan terbentuk di Desa Pakis Kembar, Malang.
Harapannya, semoga Gerakan Perpustakaan Anak Nusantara ini menjadi wadah bagi orang-orang yang ingin mengabdi. Mengabdi dengan tulus dan ikhlas, memberikan yang terbaik untuk negeri.
“Balaslah kebaikan negeri ini dengan perbuatan-perbuatan yang nyata, bukan dengan cemoohan yang tak bermanfaat. Investasikan daya pikirmu dan aksimu melalui komunitas ini. Antarkan permata-permata penerus bangsa untuk menjemput mimpi-mimpinya. Di manapun engkau berada, berusahalah menjadi insan yang berguna bagi nusa dan bangsa. Karena itulah sebaik-baiknya manusia. Salam Mengabdi!” – Imam Arifa’illah Syaiful Huda
.
.