Ada seorang pemuda umur 26 tahun panggil saja Arman hobinya itu mabuk, judi, dan mencuri padahal dia sendiri pernah mondok walaupun cuma setahun setengah, itupun dia berhenti mondok karena ketahuan bolak-balik mencuri uang temannya sendiri. Tetapi walaupun begitu dia seakan tak pernah jera dengan apa yang dia lakukan, malah dia menganggap mencuri adalah hobi yang paling seru.
Banyak temannya yang mengira jika Arman mencuri uangnya hanya dia gunakan untuk judi dan mabuk padahal sebaliknya Arman diam-diam suka menyisihkan uangnya dan memberikannnya kepada orang yang membutuhkan. Dibalik kelakuaannya yang jelek ternyata Arman masih mempunyai hati yang mulia, ya walalupun cara yang Arman gunakan itu sebenarnya salah tetapi dia tak perduli selagi dia senang melakuakannya akan tetap dia lakukan begitu prinsipnya.
Seperti hari ini Arman ditantang temannya untuk mencuri desebuah rumah besar yang terletak disamping sebuah pondok pesantren yang mana pemiliknya adalah seorang kiyai yang sudah lanjut usia. “Man aku tantang kamu untuk mencuri dirumah besar milik seorang kiyai kamu berani gak” tantang temannya yang berambut gondrong. “Ia Man kamu kan hobi kalau soal curi mencuri” kata temannya yang cungkring. “Berani lah, emang apa imbalannya jika aku berhasil mencuri disana” jawab Arman, memang Arman tidak pernah memandang mau dimana, tempat siapa yang dicuri jika dia ditantang maka akan dia lakukan itulah Arman. “Imbalannya nanti semisal aku menang judi uangnya akan aku kasih kekamu semua gimana plus nanti aku belikan minum setuju?” kata temannya yang gondrong. “Boleh juga, luamayan lah” gumam Arman kemudian beralih menatap temannya yang cungkring “Kalau kamu apa?”. “Tenang nanti aku akan traktir kamu makan selama dua minggu gimana” kata temananya yang cungkring. “Oke setuju. Jadi kapan aku beraksi?” Tanya Arman. “Mulai nanti malam” jawaban kompak dari kedua temannya yang langsung dibalas anggukan oleh Arman. “Baik”.
Skip malamnya.
Seperti rencana tadi siang Arman sekarang sedang berada di sekitar rumah besar milik kiyai yang dimaksud oleh kedua temannya setelah mereka mengirimkan alamatnya. Tetapi sesampainya Arman di depan rumah kiyai itu Arman terkejut karena “Lo itu kan rumah kiyai aku dulu” terkejutnya Arman karena tidak menyangka bahwa dia harus mencuri dirumah kiyainya dulu. “Masa bodoh lah kan itu sudah lama dia menjadi kiyai aku” gumamnya. Tanpa pikir lama Arman lansung melanjutkan misinya untuk mencuri dia berusaha sebaik mungkin untuk tidak sampai ketahuan sang pemilik rumah. Tetapi sepertinya nasib baik tidak berpihak kepada Arman karena baru saja dia akan masuk melalui jendela yang diperkirakannya aman ternyata dia ketahuan oleh salah satu santri yang kebetulan sedang patrol menjaga pondok dan langsung saja hal itu membuat Arman kelimpingan sampai sampai dia lari menuju kearah pondok pesantren yang tepat berada di sebelah kediaman kiyai tersebut. “Hah…Hah…sepertinya sudah aman” sambil melihat kesekitar “Lo kok aku malah masuk pondok si*l” marah Arman.
Kruukkkkkk…..
“Perutku malah lapar ini” sambil memegang perutnya. “Sebentar itu kayaknya ada makanan banyak apa aku kesana aja kali ya itung itung lumayan lah makan gratis” pikir Arman akan tetapi saat Arman ingin kearah makanan tersebut dia sadar jika dia akan ketahuan jika kesana “Eh…tunggu, kalau aku kesana sama aja aku cari mati nanti aku ketahuan dong” gumam Arman, kemudian dia mencoba mencari cara agar tidak ketahuan lagi dan tepat saat itu Arman melihat ada sarung, peci sama sorban yang tergeletak di sebuah kursi. Tanpa ragu ragu Arman langsung memakainya dan setelah itu ia berjalan kearah makanan tadi. Tetapi tanpa Arman sadari dia malah mengarahkan dirinya sendiri ke suatu resiko. “Wahh…makanannya banyak banget” baru saja Arman akan mengambil makanan tiba tiba ada yang memegang bahunya hal itu memebuat Arman langsung terkejut.
Apa aku ketahuan lagi tamatlah riwayatku kali ini aku gak bisa kabur lagi ini
Dan tepat saat Arman menengok kebelakang ternyata……….
“Ustadz Arifin ternyata anda sudah datang” sapa seseorang yang Arman tebak dia adalah seorang pengurus pondok disini dilihat dari penampilannya yang mungkin sudah mendekati kepala lima puluhan.
Apa tadi dia manggil aku ustadz Arifin gak salah denger aku, atau mungkin karena aku pakai sorban, peci sama sarung ini makanya dia mengira aku ustadz.
Belum sempat Arman menjawabnya dia sudah diarahkan bapak bapak tersebut menuju kesebuah bangku yang mana tempatnya langsung mengarah menghadap ke semua santri dan santriwati yang ada disana. Langsung saja hal itu membuat Arman gemetar karena takut jika dia bisa saja ketahuan saat itu juga tetapi anehnya disaat dia sudah duduk di kursi yang sudah disediakan tersebut tidak ada orang yang mencurigainya dan malah sebaliknya mereka semua tersenyum kepadanya. Hal itu membuat Arman langsung bisa bernafas lega kembali, tapi tak lama setelah itu hal yang mengejutkan kembali terjadi dimana ada seorang yang Arman tebak mungkin seorang pemandu acara menyuruhnya untuk memimpin doa di pengajian taunan tersebut dalam rangka menyambut bulan maulid Nabi. Arman yang mendengarnya langsung terkejut dan takut seketika mana mungkin dia bisa memimpin doa kepada para santri ini.
Karena sudah tidak ada pilihan lain lagi akhirnya Arman dengan sangat terpaksa menjadi pemimpin doa dalam acara tersebut yang mana dia dengan susah payah mengingat ingat apa yang pernah kiyai nya dulu sampaikan kepadanya dan untungnya masih ada sedikit doa yang Arman ingat dari kiyainya tersebut, ternyata tidak ada ruginya dia pernah mondok setahun setengah disini, begitu pikir Arman. Lalu Arman pun mulai membacakan sebuah doa yakni A’uudzu billahi minasy yaithoonir rojiim. Bismillaahir rohmaanirrohiim. Alhamdu lillaahi robbil’aalamiin. Allahummaghfir lahum warhamhum wa ‘aafihim wa’fu ‘anhum. Allahumma fighfirlii wa liwaa lidhayya warham humaa kamaa rabbayaa nii shaghiraa. Robbanaa aatinaa fiddunyaa hasanah wafil aakhiroti hasanah waqinaa ‘adzaaban naar. Subhaana robbika robbil ‘izzati ‘ammaa yashifuun, wasalaamun ‘alal mursaliina walhamdu lillaahi robbil ‘aalamiin. Amiinn.
Setelah selesai membacakan doa Arman kemudian dipersilakan untuk duduk kembali tetapi kali ini Arman diajak untuk duduk tepat disebelah kiyainya dulu yang mana itu memebuat Arman ketar ketir dibuatnya. “Assalamu’alaikum pak ustadz” sapa semua orang yang berada ditempat itu kepada Arman yang mereka kira adalah ustadz yang mereka undang. “wa’alaikumssalam” jawab Arman. “Lo anda kan maling yang tadi saya pergoki di kediaman pak kiyai, iya benar itu anda saya tidak salah lagi” kata seorang santri yang kebetulan ada disitu. “Mungkin anda salah orang saya bukan maling saya ustadz Arifin” elak Arman karena dia takut jika penyamarannya nanti terbongkar. “Benar saya tidak bohong dia maling yang tadi saya masih ingat betul mukanya walaupun tadi sempat tertutup topeng” kata santri tersebut yakin dan langsung membuka sorban dan peci Arman langsung saja hal tersebut membuat semua orang kaget karena tindakan lancang santri itu.
“Ilham kamu lancang sekali sama pak ustadz” marah bapak yang mengajak Arman tadi. “Tunggu saya sepertinya pernah melihat anda” kata pak kiyai tiba tiba. “Apakah kamu Arman santriku dulu yang pernah aku keluarkan?” Tanya pak kiyai sambil mengamati wajah Arman. “Ti..dak tidak saya bukan Arman” takut Arman karena sekarang dia sudah tidak bisa kabur lagi. “Tenang nak aku tau kamu berbohong tidak usah takut aku tidak akan menghukummu malah sebaliknya aku minta maaf karena sudah pernah mengeluarkannmu dulu” kata pak ustadz yang malah meminta maaf kepada Arman. “Ampuni saya pak kiyai saya mohon ampun jangan laporkan saya kepolisi saya mengaku saya memang bukan seorang ustadz dan saya tadi memang berniat mencuri dirumah pak kiyai” pak kiyai yang melihat Arman ingin bersujud kepadanya langsung mencegahnya dan malah menyuruh Arman untuk duduk kembali di sampingnya “Nak Arman saya sudah memaafkan kesalahan nak Arman saya hanya berharap nak Arman tidak akan mengulangi kejahatan nak Arman lagi tenang saja saya tidak akan melaporkan nak Arman kepolisi asalkan nak Arman mau bertaubat dengan sungguh sungguh” kata pak kiyai yang mana itu langsung membuka pintu hati Arman dan membuat Arman sadar jika perbuatannya selama ini salah dan dia berkeinginana untuk bertaubat dan kembali kejalan yang benar dibawah bimbingan pak kiyainya itu. “Pak kiyai saya bersedia untuk bertaubat saya mohon bimbingannya”.
TAMAT
Karya : Septiana Fatimiyah (Pemenang Quis Webinar #3 GPAN Jogja)