“Minat Baca Masyarakat Indonesia: Masih Tergolong Rendah. Bagaimana Solusinya?”

posted in: Blog, Esai, GPAN Regional Lamongan | 0

Oleh: Muhammad N. Hassan

24okt2016

(Photo: Library of KMUTT Bangkok Thailand. Many books and entertainments are available in there)

“Kinds of literate behaviors are critical to the success of individuals

and nations in the knowledge-based economics

that define our global future.”

[John W. Miller – President of Central Connecticut State University]

Berbicara tentang minat baca masyarakat, Indonesia masih tergolong negara dengan minat baca yang rendah, bahkan kalah jauh dari Singapura atau Malaysia yang jumlah penduduknya lebih sedikit dan luas wilayah yang jauh lebih kecil. Penduduk Indonesia lebih banyak mencari informasi dari televisi, radio, dan internet atau media elektronik lainnya ketimbang buku. Laporan Bank Dunia No. 16369-IND (Education in Indonesia from Crisis to Recovery) menyebutkan bahwa tingkat membaca usia kelas VI Sekolah Dasar di Indonesia hanya mampu meraih skor 51,7 di bawah Filipina (52,6), Thailand (65,1) dan Singapura (74,0) sebagai negara dengan peringkat literasi tertinggi di Asia Tenggara.

Data Badan Pusat Statistik tahun 2006 yang dilansir oleh Sahabat Guru (2012) menunjukan bahwa penduduk Indonesia yang menjadikan buku sebagai sumber informasi baru sekitar 23,5%. Sedangkan yang menonton televisi 85,9%, mendengarkan radio 40,3%, dan 48,1% pengguna internet. Sedangkan menurut data yang dirilis oleh World’s Most Literate Nations Ranked (2016), Indonesia berada di peringkat ke-60. Di antara negara-negara tetangga kita, Indonesia berada di bawah Thailand (59), Malaysia (53), dan Singapura (36).

Fakta di atas tentu cukup memprihatinkan, mengingat budaya membaca sangat erat kaitannya dengan kultur sebuah generasi. Jika generasi sekarang memiliki minat baca rendah, bukankah sulit mengharapkan mereka menjadi teladan bagi anak cucunya dalam membudayakan membaca?

Ada banyak faktor yang menyebabkan minat baca masyarakat Indonesia tergolong rendah. Salah satunya adalah ketiadaan sarana dan prasarana, khususnya perpustakaan dengan buku-buku yang bermutu dan memadai. Coba bayangkan, bagaimana aktivitas membaca dapat dilakukan tanpa adanya buku-buku bermutu sebagai kebutuhan utamanya? Untuk itulah, keberadaan sarana dan prasarana, khususnya perpustakaan dengan buku-buku bermutu menjadi suatu keniscayaan bagi kita. Dengan kata lain, ketersediaan bahan bacaan memungkinkan setiap orang untuk memilih apa yang sesuai dengan minat dan kepentingannya. Selain itu, fasilitas dan lingkungan (atmosfer) membaca masih kurang menarik minat masyarakat. Faktor tersebut jika dapat dibenahi, maka akan tumbuh harapan bahwa masyarakat kita akan semakin mencintai bahan bacaan. Implikasinya, tingkat kecerdasan masyarakat akan kian meningkat.

Rendahnya minat baca di kalangan masyarakat, secara langsung atau tidak langsung berpengaruh terhadap kualitas sumber daya manusia, karena membaca secara signifikan dapat melahirkan kecakapan, intelegensi, penguasaan bahasa, dan keterampilan berkomunikasi. Budaya membaca yang meningkat merupakan cermin kemajuan suatu bangsa. Oleh sebab itu, di negara-negara maju pengembangan minat baca masyarakat sangat diperhatikan dan diberi fasilitas.

Peran Perpustakaan

Perpustakaan memiliki peran penting dalam upaya meningkatkan minat baca masyarakat. Eksistensi perpustakaan seharusnya dapat dijadikan sebagai tempat atau sarana untuk membantu menggairahkan semangat belajar dan mendorong masyarakat untuk mencintai ilmu pengetahuan. Upaya pengembangan dan pemberdayaan perpustakaan ini sesungguhnya sejalan dengan cita-cita negara Indonesia untuk meningkatkan kecerdasan kehidupan bangsa. Sehingga, budaya gemar membaca masyarakat Indonesia perlu ditumbuhkan.

Perpustakaan berperan sebagai pusat penyimpanan berbagai sumber informasi dalam bentuk beraneka macam buku. Melalui buku kita dapat mencapai banyak ilmu pengetahuan dan mengetahui segala bentuk informasi yang ada di dunia, mulai dari teknologi, ekonomi, politik, sosial sampai dengan budaya. Buku juga sebagai suatu sarana dalam menuangkan segala macam bentuk aspek rasa yang tentunya telah kita olah dan kemudian kita wujudkan dalam sebuah buku, yang nantinya dapat digunakan dan diaplikasikan di dalam masyarakat. Melalui buku pula kita dapat melihat gambaran kondisi masa lampau, masa sekarang, sampai masa depan. Sehingga penting sekali keberadaan perpustakaan yang tentu saja fungsinya tidak hanya sebatas sebagai tempat penyimpanan melainkan juga sebagai tempat untuk meningkatkan ilmu pengetahuan.

Secara umum fungsi dari perpustakaan terdiri dari fungsi pelestarian, fungsi informasi, fungsi pendidikan, fungsi rekreasi dan fungsi budaya. Sedangkan fungsi perpustakaan bagi masyarakat adalah untuk memperdalam dan menelusuri berbagai ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan kebutuhan hidupnya. Penguasaan konsep dasar yang baik memudahkan masyarakat untuk mengaplikasikan ilmunya pada situasi dan kondisi yang lebih berkembang, yang akhirnya masyarakat akan memiliki inisiatif, daya kreatif, sikap kritis, rasional, dan objektif. Adapun fungsi lainnya adalah untuk meningkatkan apresiasi seni dan sastra serta seni budaya. Sejalan dengan kedudukan perpustakaan itu sendiri, terdapat implikasi lebih jauh bahwa perpustakaan juga berperan sebagai tempat untuk mengembangkan proses belajar melalui membaca yang bermanfaat bagi masyarakat. Kemampuan membaca merupakan hal yang mutlak dimiliki oleh masyarakat yang sedang belajar. Salah satu tujuan belajar adalah mengakumulasi ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan pada umumnya dihimpun, dicetak, dan dilestarikan dalam media cetak berupa buku. Sayangnya, zaman sekarang text book berkompetisi dengan e-book dan media online sehingga tampaknya perpustakaan dan buku pelan-pelan akan ditinggalkan. Lambat laun, perpustakaan dan masyarakat akan cenderung berjarak.

Dari hasil jajak pendapat Perpusnas (2003) terhadap responden di kota-kota besar di Indonesia, ditemukan bahwa lebih dari separuh responden, mencapai 55 persen mengaku belum pernah sekalipun mendatangi atau mengunjungi perpustakaan. Data tersebut menunjukkan bahwa perpustakaan di era modern ini memang harus ”bersaing” ketat dengan ruang publik lainnya yang bernuansa hiburan seperti bioskop, taman hiburan, supermarket dan lain sebagainya. Maraknya tempat-tempat hiburan tersebut sanggup meninabobokan masyarakat di tengah dunia yang dipenuhi dengan rutinitas yang cenderung menjemukan. Oleh sebab itu, tidaklah mengherankan jika tempat-tempat yang bernuansa pendidikan seperti museum, perpustakaan, dan taman bacaan masih kalah jumlah pengunjungnya dibandingkan dengan tempat-tempat yang bersifat hiburan. Hal ini dikarenakan perpustakkan di Indonesia belum mampu memenuhi salah satu fungsinya yaitu fungsi rekreasi.

Sebagai gudangnya ilmu pengetahuan dan informasi, seharusnya perpustakaan merupakan salah satu sarana favorit bagi masyarakat. Kondisi sekarang ini menuntut perpustakaan untuk lebih peka dalam memahami kebutuhan masyarakat. Jika tidak demikian, maka perpustakaan akan tetap sepi dan hanya sebatas sebagai tempat penyimpanan buku dan gudang arsip. Dalam konteks ini memang sangat diperlukan suatu terobosan baru dan serius serta berkelanjutan untuk menjadikan perpustakaan sebagai rumah belajar yang dekat dengan masyarakat. Selain menyediakan akses informasi dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, seyogjanya perpustakaan juga sebagai tempat rekreasi (hiburan) bagi masyarakat. Terobosan dapat berupa penyediaan bahan bacaan yang lebih beragam, penyediaan sarana dan prasarana yang memadai, layak dan nyaman, yang membuat betah para pembaca. Di negara-negara maju, perpustakaan memberikan kesan yang lebih menarik dan fantastis dengan desain interior yang menarik. Selain itu, ketersediaan tempat hiburan, alat musik, game dan kafe di dalam perpustakaan merupakan wujud pelayanan prima kepada masyarakat setelah membaca buku di perpustakaan. Bahkan tidak heran jika akses perpustakaan dibuka 24 jam. Andai perpustakaan di Indonesia seperti itu, pasti akan lebih banyak pengunjungnya.

 

Solusi Alternatif Lainnya

Tentu saja problem ini menjadi PR besar kita bersama. Selain mengandalkan inovasi dari perpustakaan, kita bersama-sama dengan seluruh elemen masyarakat harus ikut menggerakkan budaya literasi di negara kita ini dengan cara lain. Sehingga harapannya minat baca masyarakat dari waktu ke waktu kian meningkat. Langkah awal dimulai dari gerakan-gerakan peningkatan minat baca di masyarakat, seperti salah satunya GPMB (Gerakan Pemasyarakatan Minat Baca), Gerakan Cinta Buku, GPAN (Gerakan Perpustakaan Anak Nusantara), TBM (Taman Baca Masyarakat), perpustakaan desa, dan perpustakaan keliling yang menyediakan buku sesuai kebutuhan (minat) masyarakat di lingkungan tersebut.

Sedangkan untuk merambah ke tataran daerah dapat dilakukan dengan cara menggandeng Perpustakaan Nasional RI sebagai lembaga pemantik minat baca masyarakat. Selain itu, melalui kebijakan pemerintah yang dalam hal ini dapat dilakukan dengan mendukung Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI untuk meluncurkan program-program gerakan literasi melaui orang tua dan guru di sekolah. Dalam menumbuhkan budaya membaca di kalangan siswa, orang tua dan guru di sekolah memiliki peran yang cukup besar sebagai penggiat. Mereka harus menjadi teladan bagi peserta didik dalam mewujudkan gerakan membaca buku setiap hari. Jika kita mau sedikit mengintip negara-negara lain, di Thailand para siswa diwajibkan untuk membaca 5 judul buku, di Malaysia dan Singapura diwajibkan membaca 6 buku, di Brunei Darussalam membaca 7 buku, di Rusia 12 buku, dan bahkan di Amerika Serikat 32 buku. Sedangkan di Jepang, membaca itu ibarat makan dan minum, sehingga masuk dalam daftar kebutuhan primer bagi masyarakatnya. Di setiap tempat terlihat orang sedang membaca, baik restoran, mall, dalam bus, bahkan banyak juga yang membaca sambil berjalan kaki.

Ada banyak hal lainnya yang dapat dilakukan untuk bersama-sama berusaha mewujudkan cita-cita ini. Diantaranya dengan sering mengadakan kegiatan pameran/bazar buku dengan memberikan potongan harga, lomba resensi saat Hari Buku Nasional, serta membuat iklan layanan masyarakat di media cetak dan elektronik dengan slogan-slogan bernada persuasif dan edukatif, seperti “Tiada Hari Tanpa Membaca”, “Gunakan Waktu Luang Untuk Membaca”, dan “Buku adalah Jendela Ilmu Pengetahuan”, dan lain sebagainya.

Upaya-upaya di atas tidak akan berdampak serius terhadap peningkatan minat baca masyarakat jika tidak dilakukan dengan sungguh-sungguh oleh pemerintah, lembaga atau organisasi literasi, perpustakaan, IKAPI (Ikatan Penerbit Indonesia), pemangku media cetak maupun elektronik dan semua komponen masyarakat. Terakhir dari penulis: semoga Indonesia menjadi lebih baik!

 

Tentang Penulis:

Penulis adalah salah satu pendiri dan pengurus Gerakan Perpustakaan Anak Nusantara (GPAN) Reg. Lamongan. Sekarang sedang menempuh pendidikan S2 Jurusan Nanosains di KMUTT Bangkok Thailand.

Dapat dihubungi via skype: @mn_hassan92 atau IG: @m_enha

 

 

Comments are closed.