“Coba bayangkan, saat kamu di kamar tiba-tiba mati
lampu. Tidak ada cahaya masuk. Kamu pasti bingung.
Tapi ini lebih dari itu, bahkan lampunya tidak akan
pernah menyala, selamanya”.
Minggu, 18 Oktober 2020 tidak seperti biasa, langit
Lamongan sedang mendung-mendungnya. Meski
mendung, suasana alun-alun masih tetap ramai. Teman-
teman GPAN Lamongan masih tetap semangat
menggelar tikar dan menata buku bacaan. Satu per satu
pengunjung alun-alun berdatangan menghampiri lapak
buku kami. Ada yang membaca buku, mewarnai, dan
bermain ular tangga.
Dari arah timur lapak baca, datang teman-teman
disabilitas netra dari PERTUNI Lamongan. Mereka jalan
berjejer ke belakang, sambil masing-masing telapak
tangan memegang pundak teman depannya. GPAN
Lamongan menyambut hangat kunjungan mereka.
“Lapak kami sampai tidak muat, terpaksa mas mizan
pulang mengambil tikar tambahan”, ujar Mas Teguh
selaku koordinator GPAN Regional Lamongan.
Kunjungan teman-teman dari PERTUNI membawa
banyak pelajaran penting untuk teman-teman GPAN
Lamongan. Kami berdiskusi santai tentang banyak hal.
“Saya sudah kehilangan penglihatan sejak kecil, cuman
dulu orang tua belum tau. Dulu taunya ketika mereka
melihat saya tidak bisa mengambil benda yang
disodorkannya kepada saya waktu kecil. Dulu, orang tua
berusaha sekali mengumpulkan biaya untuk operasi
mata saya. Pernah sempat sudah mau dioperasi, tapi
saya menolak. Biayanya tidak sedikit, sayang jika
digunakan untuk operasi. Semakin kesini, saya lebih
tertarik menggunakan uangnya untuk biaya pendidikan.
Tidak masalah saya tidak bisa melihat. Saya masih bisa
melakukan banyak hal kok tanpa melihat.”, cerita Mas
Irul membuat haru kami yang mendengarkan.
Bukan hanya asik bertukar cerita, teman-teman dari
PERTUNI juga mengajari kami bagaimana caranya
teman-teman disabilitas netra membaca dan menulis.
Kami belajar membaca kata per kata menggunakan
braille. Cukup rumit menurut saya, tapi mereka sangat
cepat menyusunnya.
Semakin siang, mendungnya semakin petang. Rintik-
rintik hujan pun tetes demi tetes berjatuhan. Uniknya,
meski gerimis, kami tetap lanjut kegiatan. Ini yang paling
seru, menegangkan, sekaligus penuh haru. Teman-
teman dari GPAN Lamongan mendapat tantangan untuk
simulasi berjalan di guiding block dengan mata tertutup.
Tidak mau ketinggalan kesempatan, saya dan
beberapa teman GPAN Lamongan lainnya mengiyakan
tantangan tersebut. Kami diarahkan ke tepi alun-alun,
mencoba berjalan sepanjang guiding block dengan mata
tertutup rapat oleh selembar kain. Kami hanya dibekali
satu buah tongkat, dan tetap didampingi teman-teman
lain untuk mengarahkan jalan.
Ketika ditanya bagaimana rasanya berjalan dengan
mata tertutup, saya sampai kehabisan kata. Terharu
dengan sahabat netra yang setiap harinya sudah
terbiasa. Rasanya pusing, tidak bisa tenang, banyak
takutnya. Takut di depan ada pohon, batu, atau lubang.
Panik sendiri jadinya.
Teman-teman disabilitas netra banyak sekali
menginspirasi kami. Sudah dua kali saling mengunjungi,
sama sekali tidak ada moment yang disesali. Mereka
banyak memotivasi, bahwa keterbatasan tidak harus
menjadi hal yang menyedihkan. Hidup ini berisi tentang
banyak hal. Tidak bisa melihat keindahan dunia, bukan
berarti tidak bisa menikmatinya. Indah bukan hanya
tentang yang nampak bukan?
Ditulis oleh : Asmaul Chusnah, GPAN Regional Lamongan