GPAN : Membumikan Budaya Membaca sebagai Langkah Awal Membangun Bangsa.

posted in: Blog, Esai, GPAN Regional Jogja | 1

Seolah tanpa beban berat, beliau tampak tak acuh dengan padatnya lalu lalang di samping pasar beringharjo, jalan menuju taman Pintar pada pagi hari itu (26-12-15). Berbekal Plastik bekas cukup lebar yang digelar di trotoar jalan tersebut, di atasnya tergelar pula bermacam Koran harian yang setia ditunggu oleh bapak tua tersebut. Saidi (Umur 54 tahun menurut penuturannya), sembari menunggu dagangannya ada yang beli, terlihat serius sekali dengan bacaannya pada salah satu koran yang beliau pegang. Di usia yang sudah udzur beliau masih tekun mengikuti perkembangan berita harian melalui koran yang beliau jual. Semisal ungkapan “sambil menyelam minum air”, beliau mencoba mencari nafkah melalui gelarannya tersebut, di samping itu tetap mendapat informasi melalui bacaannya.

 

Melihat ketekunan bapak penjual koran tersebut dalam membaca, mengingatkan saya pada ulasan yang ditulis salah seorang Pimpinan Pondok Pesantren di NTB tentang bapak tua penjaga Toko Buku di bilangan Ampenan, Mataram, tempat Pimpinan Ponpes tersebut biasa membeli bahan bacaan untuk keperluan perpustakaannya. Beliau menulis, penjaga toko buku tersebut walaupun Giginya hampir sebagiannya sudah hilang, akan tetapi ketika pembeli datang ke toko bukunya dan menanyakan tentang isi buku yang ingin dibeli, dengan antusiasnya beliau akan bercerita. Tak jarang juga menceritakan tentang buku lainnya yang beliau anggap inspiratif, penting untuk dibaca orang lain. Artinya buku-buku yang beliau jual pada toko buku tersebut sebagian besar beliau nikmati lebih dahulu sembari menunggu ada yang datang ke toko bukunya. Usia senja tak menyurutkan minatnya untuk melahap bahan bacaan yang beliau tertarik untuk membacanya.

 

Berbeda sekali dengan kondisi generasi muda (peserta didik) kita sekarang, dari pada mereka suntuk dengan bahan bacaan, mereka lebih menikmati dibuai angan-angan kosong dengan sodoran program-program televisi bertajuk anak-anak gaul dengan kehidupan glamor, hedonis ala anak-anak kota besar yang menyesakkan dada dan miris sekali untuk disaksikan. Semestinya media juga mengambil peran penting untuk menyiarkan program-program yang mendidik dan inspiratif, bukan hanya sinetron tak jelas yang malah merusak moral peserta didik. Menelusuri tentang ranah media edukatif tidak terlepas pula dari peran kontrol yang dilakoni oleh KPI sebagai lembaga negara yang sekarang lebih jelas disusupi ajang bisnis dengan sistim kapitalis terhadap rating-rating acara yang boleh atau tidak untuk disiarkan.

 

Berbicara tentang inspirasi, ada banyak hal yang menjadi sumber inspirasi itu sendiri, Yang bergelut dengan media audio-Visual, inspirasi banyak disajikan dalam bentuk video, foto-foto inspiratif atau lagu-lagu, maupun podcast dari sebuah acara bincang-bincang bersama tokoh-tokoh yang memiliki dedikasi terhadap pembangunan bangsa,  baik dari segi karakter manusianya maupun segi fisik dari bangsa itu sendiri.

 

Tak jarang inspirasi itu juga direduksi dari bahan-bahan bacaan yang memupuk semangat dan memotivasi untuk terus berjuang, mengabdikan diri pada bangsa dalam segala hal semampu yang kita lakukan. Sedangkan untuk menginspirasi generasi muda supaya mereka memiliki semangat untuk berkarya atau terus berprestasi, termotivasi dalam menuntut ilmu, bahan bacaan cukup tepat sebagai media, sekaligus menumbuh kembangkan budaya membaca dimulai sejak mereka masih di bangku sekolah dasar.

 

Mengapa generasi muda kita malas membaca, itu disebabkan suplementasi bacaan yang tidak mendukung  sama sekali terhadap minat mereka untuk membaca. Bahkan banyak sekolah swasta yang dikelola yayasan di beberapa daerah ( contohnya di NTB) ada yang tidak memiliki perpustakaan, padahal perpustakaan merupakan hal penting sebagai tempat menjejaki wawasan peserta didik.

 

Sewaktu penulis masih di bangku MI (Madrasah Ibtidaiyah), salah satu bahan bacaan yang cukup menarik di Madrasah yaitu Majalah Asyik dengan tokoh utama Asyik (kucing), dan beberapa temannya Cici (kelinci), danil (Kuda Nil), dan lain-lainnya yang penulis lupa lagi tokoh-tokoh pada majalah tersebut. Biasanya di halaman depan dibuat semacam komik mini membahas tema kesehatan, dengan gambar yang cukup menarik. Lalu pada kolom berkirim karya kita bisa mendapatkan karya-karya peserta didik, baik berupa Cerpen, Puisi, yang dimuat pada kolom Karyaku, pastinya cukup membanggakan bagi penulisnya maupun bagi sekolah yang disebutkan dalam terbitan itu.

 

Masih banyak hal-hal menarik dan inspiratif yang disajikan majalah Asyik tersebut, salah satu yang paling penulis gemari yaitu pada halaman terakhir yang disambung ke sampul belakang, isinya tentang cerita-cerita daerah yang ada di Indonesia. Dari majalah Asyik itulah penulis tahu tentang Legenda Malin Kundang, Atu Belah, Tangkuban Perahu, legenda asal mula nama suatu daerah dan lain-lainnya. Intinya majalah Asyik tersebut mencoba menyajikan konten lokal daerah yang beragam agar pembaca (bidikan khususnya peserta didik) dapat mengetahui keragaman budaya bangsa kita. Secara umumnya majalah tersebut bisa dikatakan berhasil menumbuh kembangkan minat baca kami dahulu, di samping itu terbitan tersebut didistribusikan secara gratis ke tiap sekolah tidak seperti majalah anak lainnya yang dijual secara komersil.

 

Selain majalah Asyik, sumbangan buku-buku dari pusat perbukuan nasional juga cukup membantu dalam menumbuhkan minat membaca kami. Pada beberapa buku yang penulis baca di Madrasah dahulu, di sampul depannya biasanya tertulis “Milik Negara Tidak Diperdagangkan” atau di halaman pertama tertulis ” Buku Ini merupakan pemenang sayembara penulisan naskah yang diselenggarakan oleh Pusat Perbukuan Nasional tahun……”, yang artinya Pusat Perbukuan Nasional dahulu sering mengadakan sayembara penulisan buku, lalu mereka yang terbitkan dan layak untuk disebarkan ke seluruh perpustakaan di tanah air. Tak jarang penulis dari berbagai daerah yang menampilkan cerita rakyat dari daerah mereka menjadi buku favorit yang dicari anak-anak sekolah.

 

Begitu juga yang penulis alami hingga menginjak bangku MTs. (Madrasah Tsanawiyah), tulisan-tulisan yang memuat konten lokal daerah NTB menjadi bahan buruan untuk dinikmati di rumah. Karena di Madrasah tidak ada perpustakaan, maka buku-buku sumbangan tersebut ditempatkan juga di ruang guru. Nah, untuk mendapatkan buku-buku bacaan tersebut dari pada hanya dipajang di ruang guru, penulis selalu datang lebih awal, biasanya langsung membersihkan ruang guru, atau sekedar masuk dengan tujuan mengambil kapur tulis, penulis sempatkan untuk menelusuri buku-buku yng tersimpan di rak, lalu membawa satu atau dua buku yang penulis anggap menarik untuk dibaca. Ketika selesai dibaca di rumah, pengembaliannya pun secara diam-diam pula di pagi hari yang belum ada seorang pun datang. Kejadian tersebut penulis lakoni sampai tidak ada lagi buku yang penulis anggap menarik untuk dibaca dari buku-buku tersebut.

 

Beranjak ke bangku SMA, kali ini pemuasan hasrat untuk bahan bacaan cukup terpenuhi di perpustakaan sekolah Negeri. Pelayanan perpustakaan cukup tertib dengan koleksi yang lebih banyak pula, dari sanalah penulis mulai mengenal Majalah Sastra Horison, buku-buku terbitan lama karya-karya fenomenal penulis Indonesia, serta banyak pula karya-karya penulis NTB yang dipatenkan oleh pusat perbukuan nasional sebagai pemenang sayembara penulisan naskah.

 

Namun sayangnya, pengunjung perpustakaan jarang terlihat ramai, siswa lebih banyak dijejali dengan tugas-tugas di tiap mata pelajaran tiap kali pertemuan, sehingga waktu untuk berkunjung ke perpustakaan sekolah bisa dikatakan agak jarang untuk disempatkan, namun berbeda halnya dengan kami yang tak mampu membeli bahan bacaan waktu itu, perpustakaan adalah salah satu wadah pemenuhan minat kami untuk mendapatkan wawasan. Tak jarang penulis membawa pulang 2-3 buku untuk dibaca di rumah, ketika selesai penulis baca biasanya saudara saya juga berminat untuk membacanya.

 

Selanjutnya dengan keprihatinan terhadap minimnya minat baca peserta didik (khususnya di kampung penulis), kami pun mencoba membangun koordinasi dengan pemuda-pemuda yang ada di kampung untuk menumbuhkan minat membaca mereka. Salah satunya pernah digagas perpustakaan remaja Masjid, buku-buku sumbangan dari beberapa donatur ditempatkan di teras masjid dengan rak cukup besar, sehingga memudahkan siapapun yang berminat untuk membaca di areal masjid tersebut. waktu itu masih dalam bulan Ramadhan, dirangkaikan pula dengan pesantren Ramadhan yang dikelola remaja masjid. Akan tetapi setelah pesantren Ramadhan, perpustakaan remaja Masjid itu pun kembali sepi, bahkan beberapa buku tidak jelas keberadaannya.

 

Untuk meneruskan ide kreatif dalam menumbuh kembangkan minat baca generasi muda di kampung, kami pun mencoba kembali merancang program , dengan kembali berkoordinasi bersama para pemuda. Kali ini diwadahi dengan sebuah komunitas yang kami gagas, Komunitas Pemuda Kreatif ( KOMPAK). Melalui Kompak ini kami usung program “Rumah Belajar dan Taman Baca Kompak” yang rencananya akan kami pusatkan di salah satu Panti Asuhan, sayangnya program ini tidak berjalan dengan baik. Bahkan donatur-donatur untuk mendapatkan sumbangan buku pun tidak ada satu pun yang mengulurkan tangan, proposal yang kami masukkan ke pihak Pemda pun tidak jelas diterima atau tidaknya, dan akhirnya Rumah Belajar dan Taman Baca Kompak hanya tinggal nama.

 

Beruntungnya ketika sampai di daerah rantauan, Penulis bertemu dengan orang-orang kreatif dan memiliki semangat mengabdikan diri untuk bangsa ini. Dengan wadah yang bertajuk ” Gerakan Perpustakaan Anak Nusantara” (GPAN) yang mereka usung, penulis pun merasa perlu untuk ambil bagian di dalamnya sebagai modal awal bagaimana membangun koordinasi untuk menumbuhkan minat  baca generasi muda. Selain bertekad untuk menumbuhkan budaya membaca, melalui GPAN ini kami merancang program-program sosial sebagai pemantik semangat berbagi untuk generasi Bangsa ini, salah satunya dalam waktu dekat sedang kami rancang program Dompet Nusantara, berkunjung ke Panti Asuhan untuk berbagi alat tulis dan sedang diusahakan juga bahan bacaan yang sedang kami kumpulkan dari uluran para donatur. Di samping itu semangat untuk berbagi Inspirasi juga merasa perlu untuk dikembangkan, sehingga semakin banyak energi-energi positif yang terkumpul dan tersebar, semakin bertambah pula motivasi mereka untuk terus belajar dan bertekad untuk berjuang demi bangsa ini.

 

Melalui Gerakan Perpustakaan Anak Nusantara ini kami mencoba mengajak pribadi-pribadi inovatif dan bertekad untuk pengabdian bersama membangun budaya membaca dan berbagi Inspirasi untuk generasi muda kita. Rencana besar untuk membumikan GPAN inilah yang mendorong kami mengajak Putra-putri daerah untuk ambil peran di dalamnya, dengan tujuan untuk bersama-sama belajar membangun koordinasi bagaimana membangun sebuah komunitas yang berafiliasi pada pengabdian.  sehingga ketika mereka kembali ke daerah masing-masing, tidak menutup kemungkinan terlintas ide untuk mengabdikan diri dan membangun sebuah komunitas yang bertujuan menumbuhkan minat baca peserta didik, melalui GPAN sebagai wadah besarnya akan siap untuk berkoordinasi di tiap daerah dalam hal pendistribusian bahan bacaan maupun pembinaan komunitas.

 

Karena itu sebagai wadah untuk mengabdi dan membalas jasa para pahlawan bangsa ini, Sudah semestinya kita tidak hanya berpikir tentang kesalahan pada bangsa ini, akan tetapi mencoba memberikan sumbangsih sekecil apapun itu untuk pembangunan bangsa, terlebih bagi para penerima Beasiswa (Seperti LPDP, Bidik Misi, Dikti dll) yang telah didanai dengan uang Negara, Selayaknya untuk ambil peran lebih besar sebagai balas jasa atas apa yang telah diberikan Negara. Seperti sebuah ungkapan ” Jangan berpikir tentang apa yang diberikan oleh bangsa, Tetapi pikirkan apa yang akan engkau berikan untuk Bangsa”. Karena sejatinya semua orang setuju tentang konsep seberapa besar kita memberi, bukan seberapa besar kita menerima. Sehingga implikasi dari sebuah hadits Rasulullah yang sering kita jadikan patokan tentang ” Sebaik-baik manusia yaitu yang paling banyak memberi manfaat untuk orang lain” mampu kita terapkan, salah satunya berkontribusi dalam membangun Bangsa.

 

Wadah untuk pengabdian itu pun cukup banyak yang telah digagas, salah satunya melalui GPAN ini. Jika berminat untuk bergabung membangun sebuah koordinasi, di GPAN terbuka lebar peluang untuk mewujudkannya, Bisa juga sebagai Donatur untuk pengumpulan buku maupun dana. Mari mengawali tahun baru dengan resolusi yang lebih bermanfaat untuk sesama, sebagai bukti bahwa kepedulian terhadap Bangsa ini masih terjaga.

12654238_1024811137583078_221833055181772683_n

(Baim Lc)

Comments are closed.