Oleh: Vini Hidayani
Itu pertanyaan mudah tapi mempunyai falsafah yang cukup dalam. Di setiap makalah yang berkaitan tentang Agama, hampir tidak pernah tidak disebutkan apa itu pengertian Agama secara etimologi dan istilah. A berarti tidak, dan GAMA berarti kacau dalam bahasa sansekerta. Namun apa makna dari sebuah Agama, mengapa kita harus beragama, apa tujuan agama, dan apa manfaat Agama bagi peradaban manusia?
Karena pertanyaan-pertanyaan itu terus menggerogoti saya, tulisan inilah yang akhirnya jadi jawaban atas kata-kata rumpang yang hadir per-cuplikan di kepala saya.
Di sekolah dasar menengah, dan tingkat atas, pada pelajaran IPA kita selalu dihadapkan dengan pemikiran-pemikiran barat tentang proses terbentuknya bumi sampai proses evolusi bumi dan manusia itu sendiri. Teori-teori itu seolah mampu menjawab semua pertanyaan manusia. Kadang aku juga terbentur sendiri dengan teori-teori tersebut. Bagaimana bisa seorang manusia yang merupakan unit kecil yang berada di bumi bisa tahu tentang kejadian asal-mula bumi padahal dirinya sendiri belumlah lahir. Dan mengapa teori-teori itu bisa dipercaya umat manusia hingga kini? Ini masih merupakan salah satu pertanyaanku yang belum terjawab.
Sains menjawab segala hal yang berhubungan tentang teori evolusi manusia sampai bisa menjelaskan secara ilmiah bagaimana bumi ini bisa terbentuk. Seolah-olah sains ingin mengatakan pada kita bahwa apa yang terjadi dengan alam itu terjadi dengan sendirinya secara alamiah. Bahkan Tuhan pun tidak ada sangkut pautnya dalam hal ini.
Bila Sains berkata tentang proses evolusi dan pembentukan bumi berdasarkan penelitian ilmiahnya, makan Agama menjawab didalam kiab suci jauh sebelum lahirnya “sang pen-teori”. Mengapa saya katakan Agama? Karena pada dasarnya semua manusia itu mempunyai Agama, bahkan satu Agama. Baru beberapa masa kemudian terpecah-pecah hingga lahirlah multiagama bahkan lahir juga manusia yang tidak percaya beragama.
Sebagai seorang anak yang terlahir Islam, saya meyakini dengan pasti adanya Tuhan sebagai pengatur alam ini. kepercayaan adanya Tuhan juga sebab yang melatarbelakangi lahirnya Agama-agama di permukaan bumi. Ya, dan itu bukan hanya Islam saja.
Semua sepakat, manusia yang pertama kali menginjak dataran bumi adalah Adam, dalam islam Adam adalah seorang Nabi sekaligus seorang Rasul. Panjang sekali kisahnya jika harus saya tuang dalam tulisan ini mengapa akhirnaya dari “seorang Adam” bisa melahirkan Yahudi, Nasrani, Budha, Hindu, bahkan seorang Atheis.
Saya cukup mengapresiasi manusia-manusia modern yang masih menempatkan Tuhan sebagai salah satu hal yang penting dalam kehidupannya, dan masih mengaitkan Tuhan dalam segala kegiatannya. Mengapa saya katakan itu? karena menurut saya, di era yang hampir semua pertanyaan terjawab dengan digital, masih ada orang-orang yang mempercayai hal-hal Abstrak yang tidak tertangkap oleh angan mereka. Ya, itu adalah Tuhan. Sosok yang tidak mungkin bisa kita deskripsikan bentuknya, tapi hampir semua percaya keberadaannya.
karena Tuhan telah berbaik hati menciptakan umat manusia, tentunya sangat buruk jika manusia mengingkari keberadaan Tuhan. Seperti yang tadi telah saya singgung, Tuhanlah yang melatarbelakangi lahirnya multi Agama di alam ini. semua manusia hakikatnya mempercayai adanya Tuhan, hanya cara dan ritualnya-lah yang berbeda. sekalipun seorang Atheis, tidak dipungkiri, dia sendiri juga pasti akan mengatakan bahwa dirinya tidak terbentuk dengan sendirinya. Dan dia juga pasti tahu, Orangtua-nya bukanlah sosok yang telah menciptakan dirinya. Dia hanyalah hasil dari proses pencampuran antara Ibu dan Ayahnya.
Jauh sebelum saya lahir, isu-isi tentang pertentangan agama sudah ada lebih dulu. bahkan sekarang saya menjadi saksi sejarah adanya perang di Palestine, Suriah, Iran, Irak yang semuanya berlatarbelakang kepentingan Agama dan politik.
Disini pikiran saya buntu. Bukankah Tuhan itu baik, dan suka dengan hal yang baik-baik. Lalu mengapa segala pertentangan, segala perang, segala pembunuhan, semua bom dan pembantaian selalu mengatasnamakan Tuhan? Apa Tuhan memerintahkan demikian dalam kitab sucinya, atau ini hanyalah manipulasi manusia untuk mencapai segala kepentingannya. Entahlah, saya masih berpikir orang yang membawa-bawa nama Agama dan Tuhan untuk kepentingannya sangat-sangatlah buruk. Tuhan dibuat seolah-olah menjadi dalang atas semua perang yang terjadi di alam ini. Benar saja kata Ibnu Rusydi, “jika kamu ingin melakukan suatu hal, bungkuslah dengan Agama, pekerjaanmu akan terasa lebih mudah.”
Tuhan semua umat tidaklah berbeda, hanya cara kita mengimani-nya saja yang berlainan. Tuhan itu baik, dan suka pada hal yang baik-baik. Maka jika kamu melakukan hal yang buruk, apalagi sampai membungkusnya dengan nama Tuhan, merasa malulah kamu yang mengatakan mempercayai keberadaan Tuhan, tapi mengingkari sifat baiknya.
Inti dari Agama sebenarnya hanya “jalan menuju Tuhan”. Ya, hanya itu. namun saya masih heran dengan manusia abad ini yang masih saja bisa berperang hanya karena sesuatu yang dinamakan Agama. Lah, bukankah tadi inti dari Agama adalah jalan menuju Tuhan, lalu mengapa harus ada perang antar manusia? Bukankah Tuhan selalu mengkehendaki yang baik. Bukankah Agama juga mengajarkan hal-hal baik untuk pengikutnya. Lalu mengapa ada perang? Mengapa Mnyanmar dengan tega mengusir dan menjajah suku Rohingya karena ber-alasankan Agama dan Etnis? Saya masih berpikir bahwa Sidharta Gauthama tidak mengajarkan keburukan pada umatnya.
Dan disinilah kesimpulannya, Agama itu tidaklah diciptakan sebagai sumber peperangan. Agama mengajarkan kebaikan, sebagaimana Tuhan telah berbaik hati menciptakan hambanya. Jika perang hari ini tidak bisa dihentikan dengan pendekatan Agama, maka cukuplah alasan “K
emanusiaan” sebagai penghenti-nya. Dalam buku Sosiologi SMA juga disebutkan bahwa sebagai manusia sudah selayaknya kita mempunyai rasa simpati dan empati kepada orang lain.
Sains itu hanya teori, tidak ada yang lebih pasti dari kematian dan menghentikan perang sebagai jalan kedamaian.
Ciputat, 15 januari 2017