Pariwisata merupakan sektor yang berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi negara-negara maju di dunia khusunya di Indonesia. Sektor pariwisata juga memiliki peranan penting sebagai salah satu sumber bagi penerimaan devisa, serta dalam mengurangi jumlah pengangguran dan meningkatkan produktivitas masyarakat. Hal ini menjadi sesuatu yang harus dimanfaatkan dan dikembangkan sebagai bagian dari upaya pembangunan Nasional. Kementrian Pariwisata tahun 2014 menyebutkaban, Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia dengan panjang garis pantai lebih dari 81.000 km dan 17.508 pulau, serta dihuni lebih dari 300 suku bangsa menyimpan banyak potensi sumber daya pariwisata yang sangat besar dan beragam untuk dapat dikembangkan menjadi destinasi yang menarik dan menjadi tujuan wisatawan mancanegara. Indonesia memiliki banyak hal yang bisa menjadi daya tarik bagi wisatawan yang tersebar di seluruh Indonesia, baik berupa situs bersejarah maupun wisata komersial.
Kontribusi sektor pariwisata terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia sangantlah besar. Namun, semenjak mewabahnya pandemi Covid-19, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) yang dilansir dari situs merdeka.com, Luhut Pandjaitan menyebutkan jumlah wisatawan mancanegara (wisman) yang berkunjung ke Indonesia pada periode Mei 2020 hanya mencapai 163.600 orang, hal ini merupakan suatu penurunan tajam hingga 86,90% jika di bandingkan periode 2019. Akibatnya, devisa negara dari sektor parwisata diperkirakan mengalami penurunan 97% tiap tahunnya dari USD 1.119 juta menjadi USD 31 juta.
Berbagai kebijakan pemerintah sangat berpengaruh terhadap naik turunnya jumlah wisatawan yang berkunjung di tengah pandemi ini, sepertihalnya pemberlakuan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Penutupan destinasi wisata di berbagai bidang dan di penjuru wilayah Indonesia juga berdampak bagi penghasilan penyedia travel, pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menenagah (UMKM) di kawasan wisata, serta penyedia hotel dan transportasi. Setelah dibukanya tempat wisata pemberlakuan ketatnya surat-surat kesehatan yang memberatkan wisatawan. Mulai dari pemberlakuan surat keterangan sehat, kemudian kebijakan hasil rapid test antigen yang menggantikan rapid test antibody menjadi sesuatu yang memberatkan, belum lagi ada bebrapa daerah yang mewajibkan PCR test. Sehingga masyarakat dengan penghasilan rendah hingga menengah enggan untuk berpergian dan berwisata, mereka lebih memilih mengurung diri di rumah dan meminimalisir pengeluaran yang kurang penting. Memang tujuan dari pemerintah ini sangat baik demi mencegah semakin banyaknya korban akibat penularan Covid-19 dan semakin menambah kluster penularan baru. Namun adanya kebijakan ini membuat pariwisata kembali lesu dan berdampak cukup signifikan bagi pelaku wisata, belum lagi ditambah kebijakan PPKM yang jelas semakin membuat pelaku wisata semakin terpukul.
Di Lamongan sendiri, ada dua objek wisata yang mengalami penuran drastis akibat pandemi ini, yaitu; Wisata Bahari Lamongan (WBL) dan Maharani Zoo dan Goa (Mazoogo). Mengutip dari JawaPos.com radar Lamongan Lailatul Masruroh selaku Kabid Hubungan Industrialisasi (HI) mengungkapkan “Karyawan di sana masih memberlakukan kerja separo kerja karena mereka masih mengupayakan untuk buka meski sepi pengunjung. Ditambah lagi di Mozoogo juga harus merawat dan mensuplai makanan untuk seluruh hewan peliharaan”. Di sisi lain, ada juga beberapa tempat wisata di Lamongan yang hingga mengalami gulung tikar, salah satunya adalah wisata Gunung Suru Lembor yang berada di kecamatan Brondong. Untuk keluar dari masalah yang sangat pelik ini adakah upaya untuk bisa bangkit lagi dari keterpurukan akibat pandemi Covid-19, khusunya di sektor pariwisata? Secara garis besar ada tiga hal besar yang bisa diupayakan, antara lain persiapan, pengembangan dan pemasaran.
Strategi persiapan di masa pandemi ini dengan mendaftarkan usaha industri pariwisata untuk mendaftar dan memiliki sertikat clean, health, safety and environment (CHSE) berlabel “Indonesia Care”. Sertifikasi CHSE yang dikeluarkan oleh Kementrian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemeparekraf) ini merupakan upaya untuk memberi jaminan kepada masyarakat, bahwa produk dan pelayanan yang diberikan telah sesuai dengan protokol CHSE, sehingga mayarakat akan lebih percaya dan aman dalam berwisata. Sertifikasi CHSE ini juga membuat industri pariwisata lebih percaya diri untuk membuka usahanya ditengah pandemi. Pendaftaran CHSE bisa dilakukan secara gratis melalui laman chse.kemenparekraf.go.id.
Pengembangan industri pariwisata seperti yang tercantum dalam rencana strategris Kemenparekraf 2020-2024, bisa dilakukan dengan berbagai cara, seperti pengembangan destinasi pariwisata dan produk ekonomi kreatif bernilai tambah dan berdaya saing. Hal ini menitikberatkan pada pengembangan produk pariwisata yang mempunyai nilai tambah tinggi serta unik. Pengembangan produk ini juga harus mendukung pelestarian lingkungan, budaya serta melibatkan masyarakat lokal. Dengan melibatkan sumber daya manusia yang meliputi masyarakat lokal, destinasi wisata itu akan menjadi lebih hidup, interaktif serta sebagai ajang pengenalan budaya dan produk lokal kebapada para wisatawan yang menjadi daya tarik tersendiri. Adapun inovasi lain dalam hal pengembangan dan penyesuain di masa pandemi ini adalah dengan mengoptimalkan beberapa jenis pariwisata yang bisa dinikmati secara jarak jauh agar tidak bertumpu pada pariwisata alam. Jenis pariwisata yang bisa dioptimalkan adalah pariwisata budaya dan pariwisata sosial yang bisa dinikmati secara virtual namun bisa dirasakan dengan baik oleh wisatawan. Pariwisata budaya bisa menyajikan tarian-tarian daerah di beberapa wilayah yang dikenal memiliki kearifan lokal tersendiri yang disajikan secara virtual.
Terakhir adalah proses pemasaran, pemasaran bisa dilakukan dengan pembangunan branding, baik citra lokal, daerah maupun destinasi. Dalam meningkatkan branding, terlebih dahulu harus ada pengenalan mengenai usaha pariwisata kita, misalnya dengan mengadakan event—baik event dalam negeri maupun luar negeri. Selanjutnya pemasaran bisa dilakukan melalui pemanfaatan teknologi. Tahun 2020 perubahan perilaku wisatawan tercatat sudah sampai 70% melakukan search and share melalui perangkat digital (Kemenparekraf:2020). Oleh karena itu, pemasaran digitalakan digunakan dalam pemasaran pariwisata berkolaborasi dengan konten creator dan influencer. Pemasran digitalbisa dilakukan melalui paid media, owned media, social media, endorser maupun website. Selain itu, promosi juga bisa dilakukan dengan menggunakan film sebagai media promosi bekerjasama dengan para film maker. Promosi pariwisata melalui film dapat memberikan dampak positif bagi destinasi wisata yang dimunculkan dalam film, antara lain adanya peningkatan yang signifikan dalam sektor pariwisata, mulai dari kesadaranmasyarakat terhadap destinasi wisata, peningkatan popularitas, sampai pada peningkatan jumlah pengunjung wisata tersebut.
Memang tidak ada pilihan lain selain harus berdampingan dengan wabah Covid-19 ini. Sektor pariwisata harus lebih adaptif untuk menyesuaikan keadaan yang mengharuskan antara bertahan maupun tumbang. Adaptasi seperti ini memang diperlukan agar pariwisata tidak mengalami kejenuhan dan mengakibatkan perkembangan pariwisata itu menjadi stagnan. Semoga keadaan semakin membaik dan pariwisata Indonesia khusunya di Lamongan menjadi seperti semula, karena di dalam sektor ini ada banyak masyarakat kelas ekonomi menengah ke bawah bertumpu.
Sumber rujukan:
Kemenparekraf, Rencana Strategis 2020 – 2024