Taman Baca Mahanani, Sebuah Jawaban atas Kekosongan

Merasa ada yang kurang dari Sekolah Negeri di daerah mereka, kakak-beradik – Ulya dan Naim – menawarkan sistem lain di dunia pendidikan. Mereka mempunyai gagasan yang belum pernah diterapkan di daerah tersebut. Karena kalau hanya mengandalkan pendidikan dari pemerintah saja, menurut mereka masih kurang memadai untuk tumbuh kembang anak-anak sekitar.

Pada tanggal 21 April 2010 di Jalan Supit Urang Utara 13 Mojoroto Kediri, Ulya dan Naim mendirikan Sekolah Alam Ramadhani dan Taman Baca Mahanani sebagai jawaban atas kekosongan yang mereka rasakan. Sekolah Alam Ramadhani dengan visi menjadi pendidikan alternatif yang memerdekakan jiwa anak di kota Kediri dan misi meliputi mengembalikan dunia anak secara utuh sesuai dengan fase perkembangan; Alam terkembang sebagai laboratorium pendidikan pembelajaran; Metode pengasuhan dan pendidikan berbasis Kognitif (Ngerti), Afeksi (Ngrasa), dan Konatif (Nglakoni); Menciptakan sebuah proses belajar yang fun dan membahagiakan bagi anak. Dengan jenjang pendidikan mulai dari Play Group, Taman Kanak-kanak, dan Sekolah Dasar.

Sedangkan Taman Baca Mahanani sebagai wadah berliterasi dan sarana belajar untuk masyarakat sekitar. Taman Baca Mahanani didirikan dengan mengumpulkan buku-buku koleksi pribadi Ulya dan Naim. “Pada awal berdiri, Mas Naim berkeliling daerah sekitar membawa buku-buku dengan menaiki becak, untuk memperkenalkan dan mempromosikan kepada masyarakat supaya mereka mau berkunjung ke Taman Baca Mahanani. Walaupun tidak semuanya yang mau datang kesana, namun sudah cukup menarik anak-anak kecil untuk berkunjung dan bermain bersama di hari minggu,” kata Hanif, adik dari Ulya dan Naim.

Belajar dan memahami literasi tidak selalu soal baca-membaca. Anak-anak pun memang belum terbiasa dengan membaca buku – walaupun ada beberapa anak yang memang dari keluarganya sudah dikenalkan – namun rata-rata masih banyak yang berjarak dengan buku.

“Pengenalan dalam mencari pengetahuan itu tidak melulu dengan disodorkan buku, tapi kita dekatkan dulu dengan buku. Waktu itu, kita tidak membahas tentang buku sama sekali. Yang kita lakukan hanya mengajak mereka untuk bermain bersama. Yang penting berkumpul dan bersenang-senang. Lama-kelamaan kalau sudah kerasan nanti mereka minta sendiri. Dari pengalaman dulu sih, begitu. Tanpa kita mengajak mereka sudah datang lagi,” ungkap Hanif.

Selain kegiatan bersama anak-anak, Taman Baca Mahanani juga mempunyai acara rutinan setiap dua minggu sekali, yaitu Berani Goblok dan Kawruh Jiwo. Berani Goblok adalah kegiatan berdiskusi dan bedah buku, sedangkan Kawruh Jiwo adalah kegiatan berdikusi dalam Bahasa Jawa dan pengetahuan tentang jiwa yang merupakan warisan spiritual Ki Ageng Suryomentaraman.

“Kita itu lucunya bisa ngomong pakai Bahasa Jawa, tapi ketika membaca tulisan ber-Bahasa Jawa itu malah mleto-mleto karena nggak terbiasa. Secara verbal kita biasa mengucapkan, tapi ketika melihat tulisannya, terus dibaca itu menjadi hal yang berbeda,” jelas Hanif.

“Dulu di awal-awal, selain belajar bahasa Jawanya, juga belajar catatan Kawruh Jiwonya. Dibaca bersama, lalu diartikan dalam bahasa Indonesia per lembar. Selama tiga tahun, dulu seperti itu. Lalu akhir-akhir ini, kita mulai membahasnya per kasus. Misalkan, ada unek-unek apa nanti dibahas dengan sudut pandang Kawruh Jiwo. Setiap hari Jumat, dua minggu sekali. Siapa saja yang ingin hadir, silakan hadir,” imbuhnya.

Taman Baca Mahanani pun sengaja tidak membuat struktur organisasi. Jadi siapa saja yang ingin mengadakan suatu acara, dipersilakan untuk mendiskusikan bersama apa kegiatannya, bagaimana jalan acaranya, selama masih dalam koridor yang telah ditetapkan, yaitu dalam hal pendidikan.

Comments are closed.