Social Learning (Albert Bandura) : Upaya Meningkatkan Kesadaran Literasi Anak Sejak Dini

Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk terbesar ke-4 di dunia setelah Amerika Serikat. Dari besarnya kuantitas ini tidak disandingi dengan tingginya kualitas penduduknya. Hal ini dapat dilihat dari Indeks pembangun manusia (IPM) Indonesia yang masih tergolong rendah. Menurut data badan pusat statistik (BPS) IPM Indonesia pada tahun 2020 mencapai 71,92 (BPS, 2020). Salah satu penyebab rendahnya IPM Indonesia yakni kualitas sistem pendidikan dan literasi Indonesia yang masih rendah. Hasil penelitian program for international student asessment (PISA) menunjukkan bahwa minat baca anak-anak di Indonesia sangat rendah dan menempati peringkat ke 62 dari 70 negara di dunia.

Rendahnya minat literasi pada generasi Indonesia ini dikarenakan berbagai faktor yang dapat mengakibatkan low motivation pada anak. Diantara faktor tersebut yaitu kurangnya sosialisasi sejak dini, kurangnya pendampingan, kurangnya budaya literasi hingga kurangnya fasilitas yang memadai. Dari berbagai faktor tersebut, sosialisasi literasi sejak dini menjadi faktor yang perlu mendapatkan perhatian. Sebab sosialisasi sejak dini dapat menjadi kunci seorang anak dalam mengenal literasi. Dengan melalui sosialisasi sejak dini seorang anak akan terbiasa untuk mengenal dan menjalankan literasi dengan serangkaian proses pertumbuhan.

Salah satu bentuk sosialisasi efektif yang dapat diberikan yaitu melalui metode social learning oleh Albert Bandura (Tokoh Psikologi). Metode ini menawarkan proses belajar berdasarkan pada role model lingkungan sekitarnya. Proses social learning penanaman literasi pada anak seharusnya dilakukan sejak dini, sehingga saat tumbuh maka hasrat literasinya sudah terbentuk dalam self-image anak. Dengan penanaman literasi sejak dini akan memproses skema kognisi anak dan secara bertahap dapat menumbuhkan minatnya dalam dunia literasi. Selanjutnya dalam implementasinya perlu adanya gandeng peran antara stakeholder, baik dari agen keluarga sebagai sosialisasi primer, agen pendidikan sebagai institusi pelaksana belajar asosiasi dalam lingkup formal hingga pemerintah sebagai regulator serta fasilitator bagi terciptanya gerakan literasi sejak dini.

Social Learning Sebagai Jembatan Literasi Sejak Dini

Teori Social Learning Albert Bandura menjelaskan bahwa proses belajar anak didapatkan melalui faktor eksternal atau lingkungan sosial di sekitarnya. Belajar sosial dengan melalui proses penguatan (reinforcment) yang berulang maka dapat membentuk skema kognisi seseorang dan akan masuk dalam memori jangka panjangnya. Hal ini dapat juga diterapkan dalam meningkatkan minat literasi anak sejak dini. Lingkungan sekitar anak dapat menjadi role model (dapat dimulai dari keluarga) literasi dengan melalui pengembangan serta pengulangan sosialiasi serta implementasi akan pentingnya literasi. Dengan melalui social learning penanaman pentingnya literasi sejak dini pada anak, maka diharapkan dapat terbentuk self image berupa semangat literasi pada anak seiring pertumbuhan proses belajar sosialnya.

Peran Stakeholder Dalam Meningkatkan Minat Literasi Pada Anak

Dalam implementasinya, perlu adanya agen sosialisasi sebagai subjek social learning semangat lierasi sejak dini pada anak. Para agen ini akan menjadih acuan bagi anak dalam memahami pentingnya literasi dalam kehidupan. Diantara para stakeholder yang berpengaruh yaitu :

Pertama, keluarga sebagai agen sosialisasi primer bagi anak, dengan melalui pengenalan dari keluarga maka dapat menjadi kunci terbukanya kognisi anak akan minatnya dalam literasi. Karena keluargalah yang menjadi proses social learning primer bagi anak sebelum mereka melalui social learning yang lebih luas.

Kedua, lembaga Pendidikan sebagai agen sosialisasi formal bagi anak dalam mengenal pentingnya literasi bagi kehidupan. Peran dari stakeholder kedua ini dapat memberikan bentuk sosialisasi yang lebih luas akan pentingnya literasi. Lembaga pendidikan dapat menjadi wadah bagi anak dalam mengeksplorasi semangat literasinya jika diberikan metode pembelajaran serta fasilitas yang mendukung. Oleh karena itu, dalam hal ini Guru menjadi role model bagi siswa untuk menumbuhkan semangat literasi.

Ketiga, pemerintah sebagai pemegang kuasa seharusnya memberikan regulasi serta fasilitas yang memadai dalam meningkatkan minat literasi generasi bangsa. Selain itu, pemerimtah juga memiliki kewajiban dalam menyuarakan gerakan literasi pada anak.

Dari adanya proses social learning pentingnya literasi sejak dini pada anak serta terdapat kerjasama antara seluruh stakeholder sebagai subjek social learning maka diharapkan dapat menjadi konsep solutif dalam meningkatkan minat literasi generasi bangsa.

Ditulis oleh : Laili Rokhmawati Putri Sunarto, GPAN Regional Lamongan

Comments are closed.