Percayalah! Aku Keturunan Orang Indonesia

posted in: Cerpen | 0

Oleh : Lu’lu’ il Maknun

Anggota TIM PM GPAN Kepanjen

“Aku memiliki kakek di Indonesia” kata Gunavatta di depan kelas. Seluruh siswa yang hampir terlelap dalam kebosanan seketika terkejut mendengar kata-kata itu disebut. Dan beberapa siswa tertawa, lalu diikuti oleh siswa lain nya. Suasana kelas itu langsung ramai dengan tawa.

“Walaupun aku belum pernah bertemu dengannya, tapi percayalah! Aku keturunan orang Indonesia” lanjut Gunavatta. Tanpa aba-aba lanjutan, seisi ruang kelas tertawa terbahak-bahak mendengar lelucon itu. “Hei! Kau bercanda atau benar-benar gila?! Indah sekali karanganmu” sahut seorang siswa. Semua siswa semakin tertawa dengan keras. Indonesia, seluruh siswa meyakini tempat itu hanyalah ada dalam kisah fiksi.  Mereka menertawakan Gunavatta yang mengaku memiliki nenek moyang dari negeri dongeng. “Kakekmu dari bangsa peri atau siluman?!” ledek seorang siswa. Suasana kelas semakin tak terkendali oleh riuh tawa semua siswa.

“Benarkah ucapanmu Gunavatta? Coba ceritakan lebih jelas apa yang kamu maksud dengan Indonesia!” sahut Nyonya Kandisaninga, wali kelas mereka. “Ibuku selalu bercerita tentang Indonesia setiap malam sebelum aku dan adik ku tidur” seluruh kelas menjadi hening. Semua siswa bersiap mendengar lanjutan dari lelucon itu dan akan menertawakan beberapa khayalan Gunavatta lain nya. “Disana memiliki 2 musim. Yaitu musim kemarau dan hujan. Cuacanya hangat. Terdapat ribuan pantai yang eksotis. Tumbuhan yang ada disana sangat beragam. Terdapat beberapa daerah yang memiliki tanah berwarna merah, hitam, coklat dan ada pula pantai yang pasirnya putih, lautnya biru dan hijau, dan memiliki beragam terumbu karang yang menawan.” ruang kelas hampir pecah dengan tawa lagi. Mana ada tempat seperti itu didunia ini kalau bukan buaian semata. “Disana memiliki kemajuan teknologi yang canggih pada saat itu. Memiliki banyak ponsel yang bisa digenggam dan anak kecilnya sudah bisa mengoperasikan komputer” lanjut Gunavatta. Beberapa anak mulai tertawa. Itu sangat gila. Barang elektronik yang ia sebutkan itu sangatlah lama. Seakan-akan mendengar perkembangan teknologi jaman dinoaurus.

“Wah, nampaknya tempat itu sangat indah Gunavatta” kata nyonya Kandisaninga sambil menahan tawa. “Silahkan lanjutkan ceritamu! Apakah tempat itu masih ada? Dan bagaimana kita tidak pernah mendengarnya? Aku yakin teman-temanmu sangat tertarik mengenal lebih jauh tentang Indonesia”, tambah Nyonya Kandisaninga. “Semua terjadi dengan begitu cepat. Semua orang berfikir penyakit itu hanyalah lelucon. Penyakit itu sangat berbahaya. Ada yang terinfeksi secara langsung, ada yang mudah dikenali gejalanya sehingga langsung dilarikan ke rumah sakit, ada juga yang tidak tampak gejalanya” seluruh kelas menjadi hening. Semua mata menatap Gunavatta.

 “Semua penderita tidak bisa selamat dari kematian. Adapula yang bisa disembuhkan, tetapi harapan sembuh itu hanya membuatnya bertahan hidup selama satu minggu” lanjutnya. “Tidak ada yang mengatakan itu adalah penyakit kutukan. Tetapi penduduk Indonesia tidak pernah menganggap penyakit itu serius. Orang-orang yang terinfeksi dikarantina. Ia membangun dinding besar dan tinggal didalam nya sampai mati. Namun hal itu percuma. Penyakit itu semakin meluas dan menyerang bayi sampai orang lanjut usia. Beberapa orang yang ingin melarikan diri justru membuat penyakit itu semakin menyebar”

“Bisa kamu ceritakan seperti apa penyakit itu?” Potong Nyonya Kandisaninga. “Penyakit itu menyebabkan penderitanya sesak nafas. Batuk dan muntah darah. Perlahan penderita menjadi lemas, mata memerah, perubahan warna pada kulitnya, maksud saya menjadi bernanah atau malah menjadi berkerak bu” jawab Gunavatta. “Semakin lama, hilang kemampuan indra penderita dan tidak ada lagi harapan untuk hidup”.

“Untuk menghentikan penyebaran itu, pemerintah berusaha melakukan segala cara. Mereka membakar kota-kota, membunuh orang-orang, tidak perduli mereka terinfeksi atau tidak. Dan pemerintah itu bunuh diri. Tetapi langkah itu masih menyisakan beberapa orang dewasa dan remaja”

“Setelah beberapa tahun berlalu, Indonesia hanya tersisa beberapa orang yang kebal dan sanggup bertahan hidup. Mereka mengembara dibeberapa tempat yang terbengkalai. Mereka menciptakan kehidupan baru dengan cara mereka masing-masing. Orang-orang itu sangat mendahulukan rasa egois mereka. Tidak ada yang mau mengalah. Dan pertumpahan darah pun terjadi. hanya tersisa beberapa orang yang selamat dan pergi mejelajahi dunia”

“Kemana tempat yang kau sebut Indonesia itu sekarang?” sahut seorang siswa. “Kata ibuku, alam telah merebutnya kembali”.

Comments are closed.