Oleh : Ahmad Syafa’at Junaidi
Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia dengan kekayaan sumber daya kelautan yang besar. Indonesia memiliki ± 17.480 pulau dengan luas lautnya mencapai 5,8 juta km² dan garis pantai sepanjang ± 95,181 km². Hal tersebut menyiratkan bahwa ada banyak masyarakat pesisir yang tinggal di sepanjang pantai tersebut. Karena itu, program pemberdayaan sektor-sektor yang berhubungan dengan kelautan tentunya bersinggungan langsung dengan masyarakat tersebut. Sektor ekonomi kelautan dapat dikembangkan untuk memajukan dan memakmurkan Indonesia, khususnya masyarakat pesisir. Sektor-sektor tersebut adalah perikanan tangkap, perikanan budidaya, industri pengolahan hasil perikanan, industri bioteknologi, pertambangan dan energi, pariwisata bahari, transportasi laut, industri dan jasa maritim, pembangunan pulau-pulau kecil dan sumber daya nonkonvensional[1].
Jika melihat potensi yang sangat bagus dari sektor kelautan ini, seharusnya Indonesia khususnya masyarakat pesisir kaya dan makmur. Ternyata kenyataannya sangat berbeda. Kondisi masyarakat pesisir dan nelayan masih sangat kurang dan bisa dikatakan sebagai kelompok yang termarjinalkan. Bahkan untuk nelayan, marginalisasi hak-hak nelayan tradisional dapat dilihat dalam beberapa hal seperti struktur pengelolaan pembangunan pesisir dan laut yang masih bersifat top down, nelayan tradisional masih menjadi objek pembangunan bukan subjek. Berbagai proyek pemerintah tentang kelautan sering tidak menyerap tenaga kerja dari masyakat pesisir. Hal tersebut mengindikasikan eksplorasi yang dilakukan pemerintah tidak memberikan dampak ekonomi masyarakat.
Luas laut Indonesia merupakan 2/3 dari luas wilayah Indonesia. Dengan perairan laut yang luas tersebut di dalamnya terdapat potensi sumber daya hayati perikanan yang tinggi. Laut Indonesia memiliki sumber daya hayati perikanan yang potensial apabila dikelola pemanfaatannya secara optimal tanpa menganggu kelestariannya. Hal itu dapat memberikan sumbangan yang berarti bagi kesejahteraan masyarakat Indonesia, khususnya masyarakat pesisir.
Namun, saat ini sumber daya tersebut tidak dimanfaatkan secara optimal dan bijak. Maksudnya hasil tangkapan laut, misalnya, masih terlalu kecil jika dibandingkan dengan stok ikan yang ada di laut Indonesia. Penyebab utama penangkapan ikan tidak bisa optimal adalah rendahnya kualitas sumber daya manusia khususnya pada masyarakat pesisir. Kualitas sumber daya manusia di daerah pesisir masih tergolong rendah dibanding negara-negara lain yang lebih maju. Kualitas sumber daya manusia, terutama pada nelayan sangat mempengaruhi dalam proses penangkapan ikan. Saat ini, hasil tangkapan ikan nelayan di Indonesia masih rendah. Sehingga, Indonesia terpaksa harus mengimpor ikan dari negara asing untuk memenuhi kebutuhanya. Hal tersebut menunjukan ketidakoptimalan terjadi dalam pemanfaatan sumber daya kelautan Indonesia.
Dikatakan tidak bijak, itu didasarkan kondisi ekosistem kelautan Indonesia dan dunia. Para nelayan Indonesia, menangkap ikan dengan menggunakan dua cara. Pertama, dengan cara tradisional. Mayoritas nelayan Indonesia, dalam proses menangkap ikan masih menggunakan alat-alat tradisional. Seperti jala, bubu, dan jaring. Dengan cara ini para nelayan tidak bisa mendapatkan hasil yang optimal. Kedua, dengan cara modern. Para nelayan Indonesia dalam menangkap ikan, masih banyak yang menggunakan alat-alat modern yang berbahaya. Seperti pukat harimau, bom dan bahan kimia berbahaya. Para nelayan Indonesia, menggunakan cara modern dengan tujuan untuk mendapatkan hasil ikan yang optimal. Akan tetapi, proses penangkapan ikan dengan cara modern dapat merusak biota laut dan bibit ikan. Data FAO (2009) menunjukkan bahwa pada tahun 2007 sekitar 28% dari stok ikan dunia sudah berada pada kondisi over exploited maupun depleted. Sekitar 52% stok dunia sudah berada pada kondisi fully exploited yang membuat ruang untuk ekspansi semakin sulit dilakukan. Hanya sekitar 20% stok ikan dunia yang berada pada “zona aman” yakni moderately exploited maupun under exploited.[2] Hal tersebut menunjukkan terjadi kesalahan dalam pemanfaatan dan pemeliharaan kelautan dunia, khususnya Indonesia.
Berdasarkan permasalahan di atas, perlu segera dilakukan berbagai upaya untuk mengatasi berbagai permasalah di atas. Upaya-upaya tersebut dilakukan dalam rangka untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, khususnya masyarakat pesisir. Salah satu upaya efektif adalah melalui jalur pendidikan. Jalur tersebut dikatakan efektif disebabkan memberikan pondasi dasar untuk memberikan bekal terhadap calon nelayan, praktisi kelautan. Masyarakat pada daerah pesisir umumnya memiliki kualitas pendidikan yang relatif rendah apabila dibandingkan dengan masyarakat di daerah pusat kota. Untuk itu, kegiatan pemberdayaan, pembekalan, pembimbingan perlu dilakukan terhadap masyarakat pesisir. Adanya pendidikan pada masyarakat pesisir sangat penting bagi masyarakat pesisir terutama nelayan karena pendidikan di wilayah pesisir sangat mempengaruhi kualitas sumber daya manusia dalam pemanfaatan potensi ikan di laut.
Bentuk aplikasinya adalah perlu memasukkan pengetahuan, pemahaman, keahlian (skill) tentang kelautan dimasukkan dalam mata pelajaran muatan lokal di sekolah-sekolah masyarakat pesisir dari tingkat dasar sampai jenjang di atasnya. Disamping itu, Pendidikan pada anak usia dasar juga menjadi pengaruh pada kualitas sumber daya manusia. Pendidikan pada anak usia dasar sangat penting bagi masyarakat pesisir, untuk meningkatkan kualitas sumberdaya manusia di wilayah pesisir. Tetapi, sampai saat ini pendidikan pada anak usia dasar masih belum bisa memberikan bekal yang baik untuk pengolahan potensi laut. Fakta yang terjadi adalah sedikit sekolah di wilayah pesisir yang memasukkan kelautan sebagai muatan lokal. Hal tersebut ironi di tengah-tengah dunia pendidikan karena pendidikan sekarang berorientasi pada asas manfaat terhadap realitas yang melingkupi peserta didiknya. Mata pelajaran kelautan hanya diajarkan di sekolah-sekolah eksklusif seperti sekolah kejuruan kelautan.
Dalam mulok kelautan, ada banyak hal yang dilakukan pada pembelajaran di dalamnya. Pertama, penyadaran akan pentingnya menjaga kelestarian lingkungan. Kesadaran lingkungan harus ditumbuhkan pada peserta didik, selaku calon kader masyarakat. Cara alternatif yang dapat dilakukan adalah memberi pembekalan tentang kelautan. Laut yang telah menyediakan kekayaan dan pesonanya patut dilindungi, dijaga oleh orang-orang di sekitar. Pada bagian ini, peserta didik perlu diperlihatkan dampak buruk yang didapatkan jika terjadi eksploitasi, penghancuran, dan perusakan laut dengan bom, zat kimia, dan lain-lain sebagainya. Target akhir adalah penanaman rasa memiliki akan didapat oleh peserta didik.
Kedua, pengetahuan akan macam-macam kekayaan laut yang bisa dimanfaatkan. Dengan adanya pengetahuan tersebut, peserta didik akan mendapatkan wawasan. Hal tersebut akan menyebabkan terwujudnya kreativitas peserta didik dalam memanfaatkan potensi laut pada masa yang akan datang.
Ketiga, pembekalan keahlian dalam melakukan pengolahan, penangkapan ikan, dan pemanfaatan kekayaan laut dengan optimal. Dengan adanya pembekalan, para peserta didik dibekali cara menangkap ikan dengan cara modern yang bersahabat dengan lingkungan. Mereka akan menghindari cara-cara tradisional dan modern yang merusak.
Keempat, pendekatan pola Pendidikan Kecakapan Hidup (Life Skill Education) yang menjadi bagian dari peningkatan pengetahuan, sikap dan keterampilan. Hal tersebut akan menjadi solusi alternatif dalam memberikan bekal keterampilan yang praktis, terpakai, terkait dengan kebutuhan pasar kerja, peluang usaha dan potensi ekonomi atau industri yang ada di masyarakat.
Tentunya itu semua akan berjalan sesuai riil tadi jika mendapat dukungan dari pemerintah. Minimnya perhatian dari pemerintah dilihat dari anggaran yang telah dberikan untuk pengembangan dunia kelautan. Sumber daya pada tingkat lokal akan memberikan hak kepemilikan property rights kepada pemerintah daerah. Pemerintah daerah dapat mengola sumberdaya pesisir dan laut secara lebih rasional mengingat ketersediaan sumber daya serta terdegradasinya sumber daya akan menentukan tingkat kemakmuran masyarakat. Tetapi, meski saat ini pemerintah sudah memberi donasi pada pelaksanaan dalam memajukan pendidikan di daerah pesisir, Nominalya tidak mencukupi untuk pelaksanaan kegiatan pendidikan pada masyarakat pesisir dengan maksimal.
Upaya-upaya tersebut akan meningkatkan kualitas sumber daya manusia di daerah pesisir akan terangkat. Pada akhir tulisan ini, yang bisa diharapkan adalah peserta didik yang masih duduk di bangku sekolah diharapan menjadi nelayan yang memanfaatkan hasil laut secara optimal. Dengan itu, kejayaan maritim di Indonesia pada 2025 akan dapat dicapai.
[1] Ivan Razali, Strategi Pemberdayaan Masyarakat Pesisir dan Laut, http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/15655/1/pkm-mei2004-%20%281%29.pdf, diakses 13 Februari 2014
[2] FAO. 2009. The State of World Fisheries and Aquaculture 2008. Food and Agriculture Organization, Rome. Italy.