“Keterbatasan bukan alasan untuk menyerah pada
keadaan”
Jum’at, 16 Oktober 2020, bersama dengan enam
anggota lainnya, Teguh JS selaku koordinator GPAN
Lamongan mengikuti acara “Diskusi & Bedah Film” yang
diselenggarakan oleh Persatuan Tuna Netra Indonesia
(PERTUNI) Cabang Lamongan. Suasana outdoor dengan
konsep cafe ala ala indiana bersama dengan hembusan
lembut angin malam ikut menambah hangat kedekatan
antar tamu undangan. Malam itu ada sekitar 11
komunitas atau organisasi dari berbagai macam latar
belakang ikut meramaikan acara, termasuk diantaranya
adalah GPAN Lamongan.
Acara dibuka dengan penuh kebahagiaan. Teman-
teman disabilitas netra dari PERTUNI turut menyumbang
bakat, menghibur para tamu undangan dengan
beberapa alunan musik. Mulai dari musik rebana,
nyanyian lagu lathi, sampai lagu-lagu ambyar diiringi
dengan alunan gitar yang menambah seru suasana pada
malam itu.
Paling seru dari serangkaian acara malam itu
adalah sesi nonton film hasil karya teman-teman
disabilitas netra. Sebelum film diputar, tamu undangan
diberi kesempatan untuk mengajukan diri menjadi
relawan sahabat bisik, membahasakan film yang akan
ditonton kepada teman-teman disabilitas netra. Dengan
tidak mau ketinggalan kesempatan, saya dan Mbak Iin
berdiri mengajukan diri menjadi relawan mewakili GPAN
Lamongan.
Saya diberi kesempatan mendampingi Prihatin,
salah satu teman disabilitas netra yang usianya masih
tegolong muda, 21 tahun. Sebelum film diputar, saya
sedikit berkenalan dengannya. Katanya, tiga bulan
belakangan ini kehidupannya banyak berubah. Lebih
punya banyak harapan dan kebahagiaan. Di
pertengahan cerita, Prihatin sedikit sesenggukan dengan
tangan mengusap matanya. “Aku tidak pernah sekolah
Mbak, baru 3 bulan ini mengikuti pelatihan dan belajar
membaca menggunakan braile. Sebelumnya hanya
bergantung hidup pada orang tua. Ini kali pertama aku
berinteraksi dengan banyak orang. Ternyata banyak
orang hebat di luar rumah”, jawabnya ketika ku tanya
kelas berapa sekarang. Menurutku, Prihatin adalah
pribadi yang ceria dan memiliki harapan tinggi. Ada
kalimat yang sangat menyentuh bagiku keluar dari
bibirnya, “tidak selamanya hidupku bergantung pada
orang lain. Aku bertanggungjawab pada hidupku sendiri.
Untuk itu aku mau belajar dan berusaha. Aku juga harus
bisa menggapai mimpiku”.
Di sebelah saya, Mbak Iin juga sedang menjadi
sahabat bisik. Mbak Iin mendapat kesempatan untuk
berbagi mata melalui bahasa dengan Aini, teman
disabilitas netra yang saat ini berusia 19 tahun.
Film diputar, cahaya lampu sedikit diredupkan.
Saya maupun Mbak Iin berusaha membisikkan
gambaran latar dan alur cerita yang ada dalam film
dengan baik. Teman disabilitas netra dengan tenang
mendengarkan suara dari sound system juga dari bisikan
kami.
Film yang sedang diputar adalah film karya teman-
teman PERTUNI. Film tersebut menceritakan tentang
kisah Karnadi, seorang disabilitas netra yang sekarang
menjadi pegawai negeri sipil, sebagai guru di SLB Negeri,
di Semarang. Kisahnya kemudian didiskusikan dalam
forum santai, setelah film selesai diputar. Pemeran
utamanya sudah ada di atas panggung, bersama dengan
Irul selaku ketua PERTUNI didampingi Mizan selaku
pembawa acara, dan dihibur stand up comedy oleh
Slamet Niko yang menambah suasana seru pada malam
itu.
Kisahnya sangat menginspirasi. Menceritakan
perjuangan melawan keterbatasan. Senang sekali
rasanya diberi kesempatan untuk bisa berinteraksi
langsung bersama dengan teman-teman disabilitas
netra. Perjumpaan ini membawa pulang banyak
pelajaran tentang makna rasa syukur yang
sesungguhnya. Rasanya akan malu jika organ yang serba
sehat ini dijadikan alasan untuk mengeluh.
Menjadi mereka tidak mudah, butuh banyak ikhlas
untuk belajar menerima kondisi yang dianggap terbatas.
Seberapa banyak keterbatasan yang dimiliki, tetap saja
mereka adalah manusia, mereka juga bisa berkarya dan
bermakna.
Ditulis oleh : Asmaul Chusnah, GPAN Regional Lamongan