Jangan tanya apa yang negara bisa berikan untuk kita, tapi tanyalah apa yang bisa kita berikan untuk negara. Kutipan dari mantan presiden Amerika Serikat, John F. Kennedy tersebut tentulah tidak asing. Seperti Fathiatun Naja atau akrab disapa Naja, benar-benar memiliki prinsip seperti John F Kennedy. Mahasiswa yang belajar di Program Studi Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah ini, melihat lingkungan sekitar dengan berpikir apa yang bisa saya perbuat untuk negara ini.
Berawal dari pantauannya selama ini yang memang sedang marak adanya aksi volunteering membuat Naja tergerak hatinya. Dengan bekal keberanian dan niat yang tulus, Naja memberanikan diri untuk membuat suatu komunitas yang berfokus pada literasi.
Dari hasil pantauannya di Instagram, ditemukanlah GPAN Madiun yang sedang membuka rekrutmen pengurus baru. “Awalnya simple banget sih. Aku pingin buat komunitas. Dan waktu itu aku lihat di Instagram ada GPAN Madiun yang sedang buka rekrutmen pengurus baru. Dari situ aku diarahkan ke GPAN Pusat dan benar-benar dibimbing banget buat ngembangin literasi melalui GPAN di Pekalongan ini,” tutur Naja.
“Jadi komunitas kerelawanan sekarang itu ramai banget. Jadi pingin buat juga gitu. Apalagi di Pekalongan masih jarang. Sehingga aku melihat peluang dan aku juga ketemu teman yang kebetulan satu frekuensi, ya akhirnya punya ide untuk buat komunitas. Dan komunitasnya bergerak di bidang literasi,” jelas Naja.
GPAN sendiri kependekan dari Gerakan Perpustakaan Anak Nusantara. GPAN adalah komunitas yang bergerak di bidang literasi yang tersebar di berbagai daerah di Indonesia. Naja yang notabene orang asli Pekalongan mengaku jika komunitas literasi di Pekalongan masih jarang dijumpai. Melihat peluang inilah kemudian Naja menggandeng teman-temannya untuk bersatu bersama membuat komunitas GPAN Pekalongan.
Jika diamati, Pekalongan merupakan kota yang memiliki lebih dari lima Perguruan Tinggi namun keberadaan perpustakaan tidak selalu ramai dan beberapa toko buku menutup lapaknya. Ini menandakan bahwa tingkat literasi masyarakat Pekalongan belum begitu baik.
Melihat fenomena seperti itu, Naja dan teman-temannya melalui GPAN Pekalongan melakukan aksi dengan membuat beberapa agenda. Diantaranya ialah bekerjasama dengan pihak sekolah untuk memberikan pengajaran kepada anak-anak SD dan SMP di basecamp GPAN Pekalongan, mengadakan kegiatan sadar literasi dan setiap bulan Ramadan juga mengadakan kegiatan ngabuburit literasi. Serta yang paling penting ialah GPAN Pekalongan berusaha selalu konsisten untuk melakukan pendekatan kepada masyarakat untuk mengajak masyarakat gemar membaca buku dan sadar pentingnya literasi.
Dengan program ‘Taman Baca’ yang merupakan program mingguan GPAN Pekalongan berhasil menarik simpati masyarakat Pekalongan. Pengurus GPAN Pekalongan setiap hari minggu selalu menggelar tikar berisikan puluhan hingga ratusan buku di Lapangan Gemek yang merupakan pusat keramaian Pekalongan.
Di program ‘Taman Baca’ ini, GPAN Pekalongan menyediakan buku gratis untuk dapat dibaca di tempat oleh masyarakat yang sedang lewat atau mampir. Tidak hanya itu, GPAN Pekalongan juga menyediakan beberapa krayon, pensil pewarna, serta kelengkapan menggambar lainnya guna menarik dan mengajak anak-anak untuk menggambar bagi yang suka menggambar.
Kegiatan tersebut mungkin tidak mampu mengubah total tingkat literasi di Indonesia. Namun melalui hal-hal kecil tersebut, GPAN Pekalongan yakin dapat mengubah tiap individu yang bergabung dengan GPAN Pekalongan serta dapat membantu mengembangakn literasi di Pekalongan. Segala perubahan besar selalu dimulai dari yang kecil.
“Tujuannya ya untuk berbagi dan ingin berbuat sesuatu untuk negara ini. Sesederhana itu,” tutup Naja.