Déjà Vu

posted in: Cerpen, Event, GPAN Regional Jogja | 0

Suara ricuh ini berasal dari sebuah kelas, gelak tawa hingga teriakan terdengar cukup nyaring di sore hari yang mendung bahkan gerimis kecil. Mereka tampak bersemangat meski harus mengikuti kelas tambahan setelah ini. Walaupun harus berpindah lantai dan gedung, hal itu tidak menyurutkan semangat mereka. Begitu pula dengan diriku. Ini sudah menjadi rutinitas yang aku jalankan di kampus kebanggaanku pada setiap Hari Rabu.

Ruang kelas yang ber-AC ditambah suasana dingin karena hujan membuatku tidak bisa menahan keperluanku ke kamar kecil.

“Duluan aja Dev, aku mau ke toilet dulu, udah kebelet nih.” kataku pada Devi, ia adalah teman pertama yang aku dapatkan ketika masuk jurusanku saat ini. Kami cukup dekat bahkan sering berangkat bersama meskipun dia harus mampir ke tempat kosku terlebih dahulu.

“Oke lah, nanti aku cariin kursi biar dapat tempat yang strategis.” kata Devi. Aku sangat beruntung bisa berteman dengan orang-orang yang baik seperti dirinya.

“Siplah.” lalu kami menuju ke arah yang berbeda, aku menuju kamar mandi di lantai tiga dan Devi berjalan turun untuk menuju kelas selanjutnya. Kami berdua turun lebih awal dibandingkan dengan teman-teman yang lainnya karena berusaha mendapatkan tempat duduk yang strategis saat kelas tambahan nanti.

Hujan gerimis di sore itu bertambah sedikit lebih deras namun masih akan baik-baik saja jika berjalan di bawah hujan tanpa payung. Aku segera keluar dari kamar mandi dan berjalan turun menuju kelas selanjutnya karena kelas tidak lama lagi akan segera dimulai. Dalam perjalanannya aku bertemu dengan Ical teman satu kelasku yang juga berasal dari SMA yang sama. Kami berjalan beriringan sambil mengobrolkan hal-hal kecil. Aku sangat gugup ketika berada di dekatnya, karena aku sudah menyukai Ical sejak SMA namun aku tidak berani mengatakannya. Ketika sampai di teras gedung itu kami berhenti dan menatap sekitar.

“Bawa payung nggak?” Ical bertanya padaku dan aku hanya bisa menggelengkan kepalaku. Sayang sekali aku tidak membawa payung saat ini padahal biasanya aku adalah orang rajin membawa payung meski belum tentu hujan.  

“Yaudah lanjut jalan aja, kayaknya sih nggak terlalu deres juga hujannya.”

“Oke.” aku setuju dan kami berjalan cepat di bawah hujan gerimis itu. Kelas selanjutnya memang cukup jauh jadi kami harus bergegas.

Aku tahu bahwa Ical pasti akan mengambil motornya di tempat parkir. Namun aku ragu haruskah aku yang meminta untuk pergi bersama atau menunggu Ical menawarkannya padaku, kedua pilihan itu membingungkannya karena aku dan Ical tidak terlalu dekat meskipun kami teman satu kelas dan teman satu SMA. Jika aku memintanya apakah Ical akan menerimanya? Aku melihat Ical juga terlihat cukup gelisah, mungkin dia juga sedang memikirkan hal yang sama tetapi aku juga tidak tahu apa yang ada di pikirannya.

            “Alma.” aku berteriak memanggil Alma yang berada tidak jauh di depanku. Alma terlihat seperti orang yang menyelamatkan kecanggungan antara aku dan Ical. Aku segera berlari menuju Alma yang tengah berhenti sambil menatapku dan meninggalkan Ical yang berada di sebelahku. Aku bergabung dengan Alma yang membaya payung dan Ical segera berlari mengambil motornya sebelum hujan bertambah deras. Ical mendahuluiku dan tiba di kelas lebih cepat.

“Ina.” Devi memanggilku yang terlihat sedang mencari-cari dirinya.

Aku bergegas menghampiri Devi dan duduk di sebuah kursi kosong sebelah Devi. Aku cukup terkejut karena melihat Ical ada di sampingku dengan baju yang sedikit basah di bagian depan. Kedua bola mata kami bertabrakan.

Aku melihat Ical yang tiba-tiba pindah tempat duduk di belakangku. Aku merasa tidak asing dengan keadaan seperti ini. Dengan segera aku ingat, aku pernah mengalaminya ketika duduk di bangku SMA. Namun dengan sedikit perbedaan, dulu ketika Ari duduk di sebelahku tanpa sadar aku segera beranjak dari kursi dengan maksud untuk membuang sampah dan kini Ical yang beranjak dari kursi ketika aku duduk di sebelahnya. Kini aku tahu apa yang dirasakan Ari ketika waktu SMA dulu. Jadi seperti ini rasanya ketika orang yang kita sukai secara terang-terangan menghindari kita entah dengan alasan yang tidak kita ketahui. Aku mengela nafas dan lalu fokus pada materi yang akan disampaikan oleh Kakak Asisten Dosen.

***

Aku turun dengan terburu-buru karena kelas tambahan akan segera dimulai. Seluruh teman-temanku sudah turun lebih dulu. Aku cukup terkejut karena bertemu Ina di tangga. Aku berusaha tetap tenang dan berjalan bersama dengannya. Kami mengobrol tanpa menatap satu sama lain. Namun hari ini hujan gerimis yang cukup rapat.

Aku bertanya apakah Ina membawa payung namun ternyata ia tidak membawanya. Aku mengajaknya untuk berjalan di bawah hujan dengan perasaan bersalah. Aku tiba-tiba tersadar bahwa aku harus mengambil motorku dari tempat parkir. Namun bagaimana dengan Ina, haruskah aku mengajaknya? Bagaimana jika Ina menolak? Pemikiran seperti ini terus bermunculan di kepalaku.

Tiba-tiba Ina berlari meninggalkanku berlari menuju Alma yang berdiri dibawah payung. Aku merasa lega karena akhirnya ia bisa berlindung dari hujan. Kemudian aku ke tempat parkir mengambil motor dan mendahului mereka.

Aku sampai dan duduk disalah satu kursi kosong yang ada di baris depan. Belum lama aku duduk tiba-tiba Ina muncul dan duduk tepat di sampingku. Bola mata kami bertemu, karena terkejut aku segera beranjak dan pindah ke belakang Ina. Aku tidak bisa jika harus melihatnya dalam jarak yang cukup dekat.

Setelah duduk dibelakang Aku juga tersadar bahwa aku pernah mengalami kejadian seperti ini. Kejadian yang berbeda namun dengan garis besar yang sama. Ketika aku tidak segera membuat keputusan ada seorang gadis yang pergi darinya dengan sedikit luka dan kini ia mengulanginya lagi. Sama seperti Ina saat ini yang sedikit basah kuyup karena dirinya. Aku benar-benar merasa bersalah.

***

Kini keduanya tengah sibuk dengan pikiran masing- masing. Mulai memahami perasaan yang aneh dalam hatinya. Hingga pelajaran tambahan itu usai tidak ada kata yang keluar dari bibir keduanya.

Karya: Lusiana Novi Andan (Pemenang Quis Webinar #3 Kepenulisan GPAN Jogja)

Comments are closed.