Oleh: Faruq Chan
Terlintas di pikiran ketika menikmati jalan-jalan, kadang pakai motor sebagai pengendara, kadang naik mobil, pakai bus atau public transportation lainya. Apa yg kita jalani juga tak jauh dari itu.
Kadang kita harus “berkendara”, menjalankan apa yg sedang kita naiki dengan segala tanggungjawab, tantangan yg dihadapi maupun godaan-godaan yg terkadang berlalulalang seiring dengan perjalanan kita.
Jalan hidup yg kita lalui memang tak selamanya mulus, ada lubang, ada godaan, ada tujuan, dan juga ada hal yg ingin kita ketahui dengan melewati jalan itu.
Tak ada satupun yg menjamin kita akan selamat sampai tujuan, tapi kita dituntut berusaha untuk sebisa mungkin selamat, kecuali kita ingin “bunuh diri”.
Pernah saya naik bus, dengan driver yg santai, aman dan yg paling penting adalah membuat saya sebagai penumpang juga merasa nyaman, dan tak jarang saya juga menjumpai supir yg “ugal”, hanya kejar setoran atau memang mengejar egonya sendiri. Katakanlah bus itu adalah negara kita, bermacam-macam orang ada dalam bus itu, meski saya belum pernah mendata satu persatu asal mereka dari mana dan mau kemana. Tapi saya yakin, mereka punya kepentingan dan tujuan masing-masing. Ada yg bekerja, mau menyambung silaturrahim dengan kerabat, dan lain sebagainya.
Dalam sebuah negara itu dipimpin oleh driver yg memang sudah berpengalaman, hafal jalan bahkan sampai hafal letak lubang yg pernah ia lalui. Driver atau supir yg mengendarai itu sudah pasti memiliki kualifikasi yg sesuai, meskipun pemilihannya tak perlu “pemilu”.
Saat supir itu santai saya berbaik sangka, mengira bahwa orang ini adalah pemimpin yg baik, bisa mengayomi penumpangnya. Tapi tak jarang dia hanya memikirkan dia dan keluarganya sendiri, tak menyadari berapa keluarga yg menunggu para penumpang itu selamat sampai tujuan.
Ada sedikit kemiripan dengan sistem pemerintahan atau demokrasi saat ini, hanya orang yg dekat dengan supir yg didengar, meski kadang tak dituruti setidaknya suara mereka sudah didengar. Yang agak nyesek adalah pemumpang yg jauh di belakang, berteriak kaget, selalu was-was “selamatkah mereka sampai tujuan”, tp masih ada juga yg dengan santainya tertidur pulas, mungkin dia sudah lelah berteriak dan juga sudah pasrah.
Dan untukmu, kau boleh berkendara sendiri jika tak yakin driver rombonganmu akan membuatmu lebih baik, dengan catatan; apapun yg terjadi adalah tanggungjawabmu secara individu, kau mungkin bisa menyalahkan lobang yg membuatmu jatuh tp lubang tak akan bisa mengganti lecet di lukamu.
Ketika kau lebih memilih rombongan, pilihlah driver yg setidaknya menurut orang banyak “aman(ah)”, bisa membuatmu nyaman dan mau mendengar pendapatmu.
Terakhir, berhati-hatilah dalam memilih, karena setiap keputusan memiliki konsekuensi. Kau bisa memilih berkendara sendiri atau rombongan; mau jalan berlubang tapi cepat, jalan tikus, jalan mulus tapi jauh, dan lain sebagainya.
Kau juga bisa memilih bersantai di tengah perjalananmu, istirahat yg cukup, mau ngopi silahkan, jajan ya “monggo”. Tapi masih ada satu pilihan, selesaikan perjalananmu dulu, ketika sampai di tujuanmu, kau bisa melakukan apapun yg kau mau, tidur tenang, makan pun enak, ngopi pun santai. It’s your choise.
Terkadang di tengah jalan kau menemukan orang-orang yg sudah sampai pada tujuannya, ada yg sudah punya toko kelontong, pabrik, warung kopi, guru, polisi, banyak lah, setiap kepala punya tujuan sendiri. Bahkan sering kali kau temui pria-pria dengan wanita atau gadis cantik, mereka tampak bahagia, serasi, ayem. Tapi perlu diingat, yg kau temui saat itu adalah mereka yg sudah mendapatkan apa yg mereka perjuangkan, melalui lika-liku jalan, kadang kena hujan, kena gusuran, sakit hati, dihianati, bahkan ingin mati.
Temukan jalanmu sendiri, pelajari yg perlu dipersiapkan, berkendaralah dengan tujuan, dan semoga kau selamat di jalan.
.
.
.