Berbicara Tentang Akses dan Aktivitas Literasi di Masa Pandemi

Sejak ditetapkan sebagai pandemi global oleh Badan Kesehatan Dunia (WHO) pada tanggal 13 maret 2020, wabah COVID-19 terus menyebar luas hingga menjangkau 210 wilayah negara di dunia. Dampak yang dirasakan pandemi ini cukup masif karena mampu melumpuhkan hampir seluruh sektor kehidupan manusia seperti kesehatan, pendidikan, ekonomi dan lainnya. Serangkaian kebijakan mulai diberlakukan untuk memutus mata rantai penyebaran COVID-19. Salah satunya adalah kebijakan karantina dirumah dan physical distancing.

Disatu sisi kebijakan ini sangat perlu untuk memutus mata rantai penyebaran COVID-19 yang pada saat artikel ini dibuat jumlah penderita terkonfirmasi telah mencapai 27.000 lebih jiwa di indonesia. Namun disisi lain kebijakan di rumah saja ini juga berpotensi menghambat mata rantai penyebaran virus baca yang sudah digalakkan oleh pegiat literasi di lndonesia. Namun jika kita kembali ke konsep hukum alam, manusia adalah makhluk yang paling adaptable. Manusia diciptakan untuk bertahan pada berbagai kondisi sulit, misalnya seperti saat ini di mana akses untuk berkumpul dan bersosialisasi menjadi sangat dibatasi. Maka bukan tidak mungkin meskipun tidak bertemu dan beraktivitas seperti biasa, aktivitas literasi masih akan terus bergerak.

Sebelum melangkah pada solusi ada baiknya penulis mengajak pembaca untuk melihat problem utama kesulitan di masa pandemi yakni akses. Akses yang dimaksud di sini terbagi menjadi tiga komponen. Yang pertama akses untuk menikmati fasilitas penunjang literasi. Bagi pelajar dan sebagian kalangan hal ini cukup dapat dirasakan mengingat lembaga pendidikan sudah diliburkan sejak beberapa waktu yang lalu sehingga akses untuk meminjam buku ke perpustakaan sekolah maupun kampus telah tutup. Selain itu layanan perpustakan daerah di semua kota juga tidak menunjukkan tanda-tanda adanya aktivitas.

Akses yang kedua yakni akses untuk membeli buku. Seperti yang kita ketahui perekonomian indonesia sedang dilanda keterpurukan. Masyarakat banyak yang dirumahkan dan tidak lagi mendapat penghasilan. Insentif dana dari pemerintah tentu lebih diprioritaskan untuk memenuhi kebutuhan pokok seperti bahan pangan sehingga membeli buku menjadi opsi nomor sekian atau bahkan tidak sama sekali.

Akses yang ketiga adalah akses sosial atau akses untuk berkomunitas. Sejatinya telah banyak komunitas-komunitas literasi di Indonesia yang mulai berkembang dengan berbagai kegiatan yang menarik dan inovatif serta dapat menjangkau sasaran. Sebut saja Komunitas GPAN Lamongan yang tiap minggu membuka lapak baca di Alun-alun Lamongan. Sehingga dampak dari kegiatan yang dilakukan lebih dapat dirasakan manfaatnya oleh banyak kalangan. Namun dengan adanya pandemi ini tentu kegiatan tidak dapat berjalan dengan maksimal.

Maka dari itu, sudah seharusnya kita sebagai pegiat literasi turut berupaya mencari solusi agar literasi tetap digalakkan di masa pandemi dengan segala keterbatasan dan akses yang ada. Di sini penulis ingin menginformasikan pada pembaca bahwa pemerintah telah meluncurkan aplikasi Ipusnas, sebuah aplikasi perpustakaan digital yang di launching oleh dinas perpustakaan nasional yang dapat diunduh secara gratis dan legal di smartphone pembaca. Tak ketinggalan lembaga ilmu pengetahuan indonesia (LIPI) beberapa waktu telah mengumumkan di akun instagramnya tentang E-book gratis dari LIPI Press yang dapat diunduh di laman http://www.lipipress.lipi.go.id yang berisi beragam buku. Tidak hanya buku tentang sains karena penulis juga menemukan buku tentang gender equality pada laman tersebut.

Kabupaten Lamongan sendiri tak tinggal diam. Beberapa waktu lalu di laman instagram @perpuslamongan mengumumkan bahwa di Kabupaten Lamongan sudah ada aplikasi perpustakaan online iLamongan yang berisi ratusan jenis buku dan dapat diakses secara gratis dengan hanya mendownload aplikasi tersebut di Play Store.

Tentu masih banyak laman lain untuk mendapat akses buku secara gratis seperti laman-laman di atas. Namun selama ini fasilitas tersebut belum sepenuhnya diketahui masyarakat secara luas sehingga perlu adanya ulur tangan dari para pegiat literasi guna mensosialisasikan pada khalayak umum melalui sosial media yang ada. Sehingga kegiatan literasi dapat terus berjalan dengan memanfaatkan berbagai akses yang sudah disediakan oleh pemerintah.

Ditulis oleh: Putri Indah Sukriyah, GPAN Regional Lamongan

Comments are closed.