Sebuah Artikel Karya Nagawati Limantara
Di dunia ini semua akan berubah, yang belum ada akan menjadi ada, yang muda akan menua dan yang tua akan layu dan kembali pada ketidakadaan. Hal tersebut tentulah lumrah terjadi hingga saat ini, cepat atau lambat semua akan berubah termasuk pemimpin bangsa ini. Tentunya bapak dan ibu pejabat yang kini menjabat tidak akan menjadi pejabat tetap hingga selamanya, begitu pula para CEO perusahaan yang nantinya pasti akan berganti. Lantas pertanyaannya siapa yang menggantikan mereka? Jawabannya simple sebenarnya, yang akan menggantikan mereka adalah para ‘anak-anak’, mengapa dikatakan anak – anak yang akan menggantikannya? Ya karena titik perkembangan tercepat dan terdasyat dalam kurun kehidupan manusia adalah pada saat dia berada di masa anak – anak. Pada masa itulah mereka akan cepat menangkap dan belajar akan banyak hal baik dari sekolah, keluarga, lingkungan bahkan dari orang yang baru ditemuinya.
Sekarang mari kita renungkan, bagaimana nasib bangsa ini apabila generasi penerusnya tidak cakap? Perenungan seperti itu diperlukan karena tidak dapat kita pungkiri bahwasanya pada zaman modern seperti ini sangatlah susah untuk menemukan anak – anak yang polos dan berintegas yang dapat dibina dengan baik agar menjadi calon penerus bangsa yang membanggakan. Apabila kita melihat realita masa kini, tentu sudah bukan sebuah opini mentah apabila dikatakan kalau anak – anak bangsa ini sudah jauh dari kata calon generasi muda unggul penerus bangsa Indonesia. Hal ini dapat terlihat dari perlilaku mereka yang menyayat nurani. Ketika kita melihat masa anak – anak 10 tahun silam dan dibandingkan dengan masa anak – anak sekarang, sungguh terjadi kesenjangan yang sangat jelas terlihat.
Dahulu anak – anak lebih banyak bermain diluar rumah dan menghabiskan waktu bersama teman – temannya dengan beragam permainan tradisional yang mengasah motorik dan tentunya menumbuhkan rasa cinta akan lingkungan dan memupuk rasa kebersamaan antar sesama manusia, sayangnya kini masa anak – anak tidak sehindah dahulu, sudah jarang terlihat anak – anak bermain diluar rumah sembari bercengkrama dengan tetangganya yang ada hanyalah masing – masing anak sibuk bermain gadgetnya hingga lupa waktu bahkan tak sedikit yang memakai kacamata karena radiasi gadget yang dimainkannya. Dibidang seni, tak ada lagi lagu yang diciptakan memang untuk usia anak – anak yang ada kini hanyalah lagu – lagu pop dengan gendre romansa yang sebenarnya belum pantas dinikmati oleh anak seusia mereka. Dibidang pergaulan tentu hati kita teriris melihat anak – anak yang duduk dibangku sekolah dasar sudah dengan bangga menggandeng tangan lawan jenisnya sembari bercengkrama dengan sapaan yang seharusnya tidak mereka gunakan. Inikah gambaran generasi unggul penerus bangsa Indonesia? Bagaimana perasaan anda membaca gambaran anak – anak masa kini? Tidakkah tergores hati membayangkan bagaimana bangsa ini kelak akan diurus oleh generasi yang seperti ini perilakunya?
Terlepas dari hal itu, anak – anak negri ini masih belum sejahtera, hal ini dapat terlihat dari tingkat pendidikan yang masih kurang karena tidak semua anak memiliki asal – usul keluarga yang jelas. Anak – anak yang tidak tercatat di pencatatan sipil dan anak jalanan yang tidak diketahui siapa orang tua dan walinya akan sukar untuk mendapatkan pendidikan seperti anak – anak lainnya. Hal ini tentu juga menjadi tugas negara untuk mengayomi mereka karena seperti yang tertuang dalam Pasal 34 ayat (1) UUD 1945 yang berbunyi “Fakir miskin dan anak terlantar dipelihara oleh negara”. Pendidikan tentu sangat dibutuhkan oleh anak karena lewat pendidikanlah mereka dapat merubah masa depannya menjadi lebih baik, karena itulah pemerintah sudi kiranya memberi perhatian lebih pada nasib anak – anak terlantar ini agar bisa mendapatkan pendidikan yang sama dengan anak – anak lainnya.
Berbicara soal anak juga menjadi menarik ketika kita membahas mengenai kasus kekerasan pada anak yang nampaknya marak terjadi, tidak hanya dilakukan oleh orang dewasa melainkan juga kasus kekerasan yang dilakukan oleh teman sepantarannya. Ini tentu menjadi tugas bersama untuk menjaga anak – anak disekitar kita agar tidak menjadi korban dari kekerasan, baik kekerasan fisik, verbal, seksual maupun kekerasan psikis. Hal ini penting karena mengingat bahwa anak dapat diumpamakan sebagai kertas putih kosong dan apa yang akan terjadi dengan kertas itu tergantung bagaimana kita memperlakukannya. Dapat dicontohkan seperti ini, seoranng anak yang dibesarkan dilingkungan yang gemar merokok tentu akan menjadikan anak tersebut menjadi seorang perokok pula begitu pula apabila anak dibesarkan dillingkungan yang taat beragama, dapat diprediksi pula anak tersebut akan menajdi seseorang yang taat akan agamanya walau terkadang ada pula ditemukan anak yang dibesarkan dilingkungan buruk tidak ikut menjadi buruk namun hal tersebut terjadi karena pendidikan dari luar lingkungan sosialnya yang membentuk dia menjadi anak yang cermelang diantara lingkungan pergaulan yang buruk. Apabila seorang anak dibesarkan dengan kekerasan, maka jangan salahkan anak anda bila ia kelak menjadi anak yang arogan dan mudah tersulut emosinya karena itu telah anda ajarkan secara tidak langsung padanya.
Sesungguhnya anak – anak yang dibesarkan dengan tekanan dan kekerasan dapat terlihat baik – baik saja secara fisik dan pergaulan, namun ketika kita menilik ke lubuk hatinya tentu ada luka yang belum sembuh sepenuhnya karena luka hati tidak seperti luka fisik yang dapat sembuh. Luka pada psikis mungkin dapat sembuh namun memerlukan waktu dan tidak ada yang tau berapa lama waktu yang diperlukan. Hal inilah yang seringkali tidak terpikirkan oleh masyarakat Indonesia.
Kini harus ada perubahan agar generasi penerus bangsa tidak menjadi generasi yang dapat merusak citra Indonesia kedepannya. Perubahan dan perubahan kea rah yang lebih baik harus mulai direncanakan bahkan sudah harus dikerjakan agar anak – anak bangsa ini terselamatkan dari hal – hal yang tidak berguna. Selamat Hari Anak Nasional untuk semua anak – anak Indonesia.
Banjarmasin, 23 Juli 2018.
Biodata Penulis
Penulis bernama Nagawati Limantara, lahir dan besar di Banjarmasin. Merupakan seorang mahasiswi Fakultas Hukum Universitas Lambung Mangkurat yang mengidolakan Soe Hok Gie. Mulai menulis sejak SMP dan telah memiliki 1 buku novel tunggal dan 1 buku kumpulan puisi dan cerpen tunggal serta beberapa buku antologi bersama penulis – penulis lainnya di Indonesia. Bergabung dengan Gerakan Perpustakaan Anak Nasional beberapa bulan terakhir. Dapat dihubungi di instagram 06_nl_03.